Rabu, 29 Juli 2009

FILOSOSFI AKAR

Akar-akar pohon yang terus menjalar menembus tanah-tanah yang keras, tak pernah bermalas-malas. Ia begitu gigih mencari air, di dalam tanah terus menjalar kemana-mana, kuat-kuat mengisap air yang didapat untuk kemudian dipersembahkan kepada batang pohon, dedaunan, ranting, bunga, buah. Akar-akar akan bergembira ria manakala pohon yang diatas kenyang cukup makan, bisa tumbuh subur dengan daun-daunnya yang rimbun, buah-buahnya yang lebat,bunga-bunganya yang elok nian...
Manusia hanya bisa melihat batang pohon, dahan,ranting, daun, bunga, buah yang ada di permukaan tanah, seraya menunjukan keindahan dirinya kepada dunia..., memberikan mamfaat dengan kehijauannya yang menyejukkan mata, memberi nutrisi pada hati, menyumbangsikan bunganya, buahnya, daunnya, rantingnya, batangnya, kayu-kayunya. Akar sangat membantu persembahan pohon-pohon itu. Namun ia tetap bersembunyi di dalam tanah. Akar tidak pernah memamerkan jasanya yang nyata. Inilah figur ketulusikhlasan yang sungguh-sungguh bisa kita teladani.

Jumat, 10 Juli 2009

Filosofi Teratai : Belajarlah kepada Teratai



Di kolam, telaga atau danau nan damai dan rindang, teratai yang berwarna-warni senantiasa memekarkan kelopak-kelopaknya yang elok berkilau di air jernih atau keruh. Sungguh, keindahan yang ditampilkannya kepada dunia sama sekali tidak tergantung pada kolam tempat tumbuhnya. Ia mengikuti sunnatullah, hadir menyejukkan membawakan keindahan. Begitulah lambang sang guru sejati (Kihajar Dewantara) dalam puisi Sanusi Pane, Tokoh Angkatan Pujangga Baru, akarnya tumbuh di hati dunia, bersemi di kebun Indonesia, yang biarkan sedikit menjadi penjagataman, tidak dilihat tidak diminat orang yang lalu, engkaupun turut menjaga zaman.
Akhirnya, di lingkungan kumuh maiupun elit, di desa maupun perkotaan, di tengah masyarakat awam maupun gedongan, dimanapun kita berada, hendaknyalah keberadaan kita itu tetap memancarkan keelokan dan kecemerlangannya, menyuguhkan kedamaian, nuansa kesejukan pada sesama, seperti bunga teratai.
Maka jadilah kuntum-kuntum teratai di kolam kehidupan, Sayang! Jadilah elok berwarna-warni menyuntingkan keindahan, tidak peduli tumbuh mekar di air keruh atau jernih, disapanya alam semesta dengan lambaian kasih. Syahdu penuh nuansa kesejukan, kuntum-kuntum teratai di kolam kehidupan meneduhkan pandang menentramkan jiwa. Di kolam kehidupan itu, ada serojah teratai putih mengantarkan rasa damai di hati. Ada tunjung teratai biru melantunkan lagu-lagu merdu. Ada padma teratai merah membentangkan kesegaran suasana . keberadaannnya menghiasi telaga bening nan luas dengan keindahan, kedamaian,kesyahduan. Abadilah mereka menjelma ratna mutu manikam, penyejuk mata penentram jiwa di taman peradaban bagi kelastarian jiwa. (Pelajaran ke 5 dari pak guru Sukmawan ym)

Rabu, 08 Juli 2009

FILOSOFI MERPATI


Merpati menyayangi dengan tulus setia pasangannya, ia tidak pernah ingkar janji. Sepasang merpati itu selalu bersama-sama, hinggap di ranting yang sama. Mereka memadu kasih dan bernyanyi bersama-sama. Sebagai insan yang merindukan kebajikan dan keserasian, marilah kepada ciptaan Tuhan yang bernama merpati itu, kita belajar kesetiaan yang tidak pernah ingkar janji, belajar keteguhan pada komitmen pasangan burung yang tulus setia itu. Itu artinya hendaklah kita pandai-pandai menyetiai dan membersamai keluarga kita, dalam susah dan senang, dalam prihatin dan bahagia. Juga terhadap para sahabat, serta saudara dan kaum kerabat. Hendaklah terhadap mereka kita memiliki kasih sayang yang tulus, keikhlasan berkurban, keringanan dan keterbukaan hati untuk melangkah seiring sejalan menuju ridha Allah, berlayar searus segelombang menuju dermaga cintaNya.(pelajaran dari sang guru, sukmawan ym)

Senin, 06 Juli 2009

FILOSOFI EMBUN


Titik-titik embun yang jernih berkilau turun membasahi daun-daun dinihari yang bening, menghadirkan kesejukan di kegersangan. Bagi daun-daun yang dilekati debu-debu jalanan, keberadaan embun akan membasuh dan menyegarkannya. Embun berkilat bagai kaca ketika berkas cahaya mentari menerangi di pagi hari, sampai kemudian hilang lenyap olehnya. Embun menyumbangsikan kesejukan,kebeningan,kesegaran bagi rimbun dedaunan, juga bagi mata yang memandang dan meresapkannya. Hendaknya keberadaan kita di tengah suasana bisa memberikan kesejukan,kebeningan, kesegaran, ketentraman, membasuh duka lara anak manusia, menyejukan hati saudara-saudari kita yang dipencundangi nasib yang celaka, didera oleh derita,diserimpung oleh kegagalan dan musibah.
Maka seumpama embun, biarlah hatiku setia membasahi daun-daun di setiap dinihari sampai fajar merekah, sampai semburat cahaya membawakan cerah-ceriah. Seumpama embun, kuinginkan diriku jernih bening, menyegarkan bunga-bunga menguntum, menjernihkan segala yang keruh, menyejukkan kegersangan musim kemarau, menepiskan debu-debu jalanan, karena hati berangkat menunaikan amanah, memupuskan duka nestapa, lurus melangkah meniti jalan cahaya-cahaya.

Senin, 29 Juni 2009

Hiduplah untuk Yang Maha Hidup


By Ali Margosim

Lima belas tahun perenungan semenjak saya Mumayyiz, akhirnya saya berkesimpulan bahwa hidup ini akan bermakna hidup, lebih hidup, sungguh-sungguh hidup ketika hidup yang pendek ini di arahkan untuk Yang Maha Hidup, Allah swt.

Harta yang melimpah, kedudukan yang tinggi, popularitas, anak-anak yang menggemaskan, serta istri yang cantik,...Semua itu ternyata adalah fanah. Sedetik pun tak kuasa dipertahankan, apalagi dibawa ke dalam kubur. kekecewaan pun mulai berdatangan. Yang disangka akan setia membersamai hidup ternyata lari dari dugaan.

Hanyalah Allah Yang Kekal selama-lamanya. Saya Pilih DIA, karena DIA tak pernah lari dari hatiku. DIA selalu ada dan hadir menemani detik-detik hidupku. Dia tak pernah mengecewakanku...Karena ia Kekal. Ya Allah...terimalah hambaMu ini, yang sepenuhnya bergantung padaMu...

Selasa, 23 Juni 2009

FILOSOFI CAHAYA


Cahaya berfilsafat dengan keberadaannnya yang terang-benderang. Menjadi lambang kesadaran, cahaya berjalan lurus menyibakkan kegelapan. Di lautan malam yang dalam, cahaya menembus kelam menjelma bintang-bintang.
Di langit, cahaya yang diwakili oleh matahari, bintang terdekat dengan bumi, mengirimkan terang ke bumi, membuat kita bisa memandang jutaan benda yang berwarna-warni. Cahaya mengantarkan kita bisa memandang perubahan cuaca dan denyut kehidupan. Karena eksistensinya, bisa kita saksikan keluasan alam semesta yang beraneka ragam dengan panoramanya yang elok permai, kita temukan benda-benda yang besar dan kecil, yang keras dan lunak, yang kusam dan cerah, juga yang penuh warna. Menjadi lambang kesadaran yang menjelma gairah dan kesegaran, cahaya tak pernah berhenti menyeruak kebekuan.
Di dalam diri kita, di rongga dada ini ada nurani, yaitu hati yang mengandung nur, mengandung cahaya. Dengan selalu dalam keadaan sadar dan sabar, kita akan benar-benar paham akan baik dan buruk, taat dan ingkar, setia dan khianat, berkata benar dan dusta, adil dan sewenang-wenang, jujur dan curang, ikhlas dan culas. Bersama cahaya, bisa kita pilih kebaikan, ketaatan, kesetiaan, kebenaran, keadilan, kejujuran, ketulusan hati. Dalam limpahan cahaya, kita semai niat yang tulus dan hati yang kudus, kita tempuh jalan yang lurus, seraya kita sibakkan tirai kegelapan, kita suntingkan terang di hati terang di bumi bersama nuansa damai ceria, cinta suci mulya dan keindahan warna-warni.(pelajaran kedua dari pak guru Sukmawan YM)znu4bqmjev

Senin, 22 Juni 2009

FILOSOFI SAMUDRA


Samudara yang sangat luas dan dalam itu berfilsafat dengan keluasan dan kedalamannya, dengan kedinamisan gelombangnya, dengan keelokan panoramanya seiring tiupan angin sejuk menyegarkan.
Dalam keluasan dan kedalamannya, samudera berfilsafat dengan kemampuannya yang tak terbatas untuk menampung keluh kesah segala muara. Silakan beribu muara dari setiap sungai menjadi tempat lewat jutaan kubik air limbah yang keruh dan beracun setiap hari, namun lautan tak pernah menolaknya. Tak berapa lama setelah air penuh limbah masuk ke rahim samudera, segenap limbah dengan racun dan kekeruhan itu segera sirna. Racun-racun itu menjadi netral oleh asinnya garam samudera. Kekeruhan itu larut dan lenyap ditelan keluasan dan kedalaman samudera.
Permukaan laut begitu indah, keluasannya yang tak bertepi berpadu dengan lengkung cakrawala, warna-warni awan, pantai yang berkelok-kelok sampai jauh, nyiur melambai, gerumbul dan kehijauan menjadi panorama elok permai yang sungguh-sungguh tidak pernah membosankan untuk dipandang. Permukaan laut begitu indah, namun kedalaman samudera yang mengandung terumbu karang, kerajaan batu karang dengan ganggang-ganggangnya yang menari-nari dan milyaran ikan beraneka rupa dan warna, jauh lebih indah lagi. Sungguh alangkah indahnya jika hati kita pun bisa seluas dan sedalam samudera. Hati yang demikian ini, dilanda jutaan kubik kata-kata,sikap dan perbuatan yang mengandung racun, kekeruhan limbah dan polusi fitnah dan caci maki keji, tetap tidak bergeming, tidak teracuni, bahkan punya kesanggupan untuk menawarkannya. Bisakah hati kita seluas dan sedalam samudera?
Di samping memiliki panorama elok nian di permukaan dan kedalamannya, di dasar samudera ada tiram, lokan yang menyimpan mutiara yang sangat berharga. Ibarat samudera,di dasar jiwa kita pun hendaknya terbentang mutiara-mutiara akhlak yang memperindah kehidupan.
Seumpama samudera, kuinginkan hatiku selalu sabar dan setia, bisa menjadi tempat curhatan dan sharing, bisa memberikan solusi atas problem-problem yang ada. Samudera tak pernah diam melantunkan gita persaudaraan. Samudera dengan dinamis gelombangnya dengan kecipak ombaknya yang tak pernah henti memeluki pesisir landai, tak kunjung henti mencapai pantai yang berkelok-kelok, tak pernah diam, akan selalu menyapamu, melantunkan salam padamu.

Jumat, 24 April 2009

Indonesia Untuk Dibangun Bukan Untuk Dihabiskan!


Merdeka.
Satu kata yang tak pernah luput di hati kita. Satu kata yang seharusnya selalu menggema disanubari kita selaku generasi muda, generasi harapan bangsa. Satu kata yang selayaknya menjadi renungan terpanjang kita agar tahu dengan bangsa kita. Satu kata yang terlalu berharga untuk dilupakan. Sayang, kita dewasa ini begitu muda lupa dan melupakan sejarah bangsa kita sendiri.
Kawan, pernahkah kita membayangkan berapa ribu ember darah segar membasahi bumi yang kita diami ini selama 353,5 tahun dari bangsa penjajah? Bukankah ini harga dari sebuah kata “merdeka” yang kita miliki sekarang ?
Kawan, ada berapa ratusan juta nyawa yang melayang untuk harga sebuah kemerdekaan ini? Ada berapa juta para wanita, ibu-ibu dan gadis menjadi korban nafsu para penjajah, mereka yang terbunuh, dibunuh, dirampas kesuciannya hingga kemerdekaan bangsa ini bisa kita cicipi seperti sekarang ?
Kawan, ada berapa juta anak-anak yang terbunuh, meraung kesakitan, menangis keras, mati kelaparan, terbunuh, dibunuh oleh para penjajah biadab sana demi sebuah kemerdekaan ini ?
Kawan, ada berapa ratus ember air mata yang mengalir selama tiga setengah abad lebih itu, air mata para pejuang negeri ini, penduduk yang hartanya dirampas, kehormatan hidupnya direnggut, jiwanya dihabisi, para pahlawan yang ditahan dengan setumpuk siksaan tanpa ujung oleh penjajah biadab itu, demi sebuah kemerdekaan ini?
Wahai saudara, belumkah cukup semua itu bagimu untuk menghargai seberapa besar dan tingginya nilai dari kata “merdeka” yang kau rasakan sekarang ini ? Belumkah cukup semua itu bagimu untuk menghargai jasa para pahlawan bangsa ini ? Belumkah cukup semua itu bagimu, agar kau tak semudah itu melupakan sejarah bangsa ini, nasib bangsa ini, air mata dan darah bangsa ini. Semudah itukah kau melupakan ?
Belumkah cukup semua itu bagimu, agar kau mau mengisi kemerdekaan bangsa ini dengan sesuatu yang membuat mereka para pahlawan kita sedikit tersenyum, merasa terobati rasa sakit di jiwa mereka, merasa terobati airmata dan darah mereka. Seharusnya kau harus tahu dengan semua ini.
Saudara, marilah kita menyadari apa yang telah kita lakukan untuk mengisi kemerdekaan ini ? Apakah dengan korupsi, Kolusi, dan Nepotisme, dengan kebohongan, moral yang tercabik-cabik, tontonan esek-esek, perselingkuhan para artis dan tetek bengeknya, obral janji para pemimpin, generasi narkoba, pemuda-pemudi pemalas ? Tidak!
Saudaraku, berikanlah apa yang bisa kau berikan buat negeri ini. Kau berakhlak baik, maka pertahankanlah. Kau bisa disiplin maka disiplinlah. Kau bisa jujur maka jujurlah. Kau mampu professional maka profesionallah pada setiap tanggung jawabnya.
Kau bisa memberi apa ? Kau bisa memberikan sekuntum mawar, kataku, maka berikanlah sekuntum mawar buat negeri tercinta ini.
Saya yakin kita sependapat dengan Jhon F Kennedy. Dia berkata,”Janganlah kau bertanya apa yang Negara berikan kepadamu. Tapi, coba tanyakanlah apa yang bisa kau berikan untuk negeri ini. Salam dahsyat!(znu4bqmjev)

Hidangan Terindah dari Neraka.


Narkoba : Narkotika dan obat-obat terlarang. Mari kita melihat pada salah satu bagian narkoba saja yaitu ganja. Apakah yang salah dari ganja ? Sebenarnya tak perlu takut dengan ganja. Ganja adalah rahmat bukan objek yang dimusuhi, dimusnahkan dan di persalahkan. Kenapa hal ini terjadi ? Karena salah penggunaan.
Kawan, ganja adalah rahmat karena ia dibutuhkan dalam dunia kedokteran. Ia menjadi bagian utama dalam proses pembedahan. Dengan demikian, ganja bukan untuk dikonsumsi, kawan. Ganja menjadi laknat ketika ia dijadikan hidangan terindah dari neraka, dikonsumsi untuk menjadi bersenang-senang.
Berdasarkan penuturan mantan pecandu ganja, salah seorang dari mereka bercerita : “Kalau kau pengen tahu, bagaimana dunia tiba-tiba menjadi surga. Jiwa saya melayang-layang di udara dengan angin sesejuk angin dari telaga al kautsar. Burung-burung terbang bersama saya. Saya terbang sesuka hati sembari berkelakar dengan burung-burung genit itu. Matahari tidak panas dan tidak pula dingin tapi sesejuk yang tak bisa dibayangkan. Di surga itu tersedia air putih bening yang manis, air susu dan air arak yang memabukkan. Saya sangat merasakan nikmatnya mencicipinya.
Begitupula dengan makanan lezat, buah-buahan, semuanya ada. Bidadaripun mengelilingi kami. Mereka tempat yang paling menyenangkan untuk berbagi cerita.”
Kawan, setelaah ia bercerita yang begitu menggoda sekali kiranya. Lalu dia menangis tersungkur, sembari berkata, “Sobat, semua diatas hanyalah angan-angan belaka, ilusi belaka, tak bermakna secuilpun. Yang ada hanya sejuta penderitaan yang berbuah penyesalan tak terbantahkan. Kau harus tahu itu bahwa narkoba adalah hidangan terindah dari neraka. Oleh karena itu saya sarankan jangan pernah coba-coba kalau kau takut dengan neraka dan azab dunia.
“Bila kau sobat telah mencobanya walau satu kali saja. Jangan banyak lagi berharap akan masa depanmu. Tak lagi berguna sejuta impian yang kau bangun, tak lagi berharga sejuta impian yang kau bangun, tak lagi berharga sekuat apapun kau sekolah selama ini. Tak ada lagi nilainya kau bersahabat, berteman, dan bersaudara. Tak akan ada lagi arti hidupmu kecuali Allah swt berkehendak lain. Wallahu alam bhissowab.” Begitulah ujar ia yang kian hari makin dekat dengan Tuhan itu. Bahkan, prediksi saya ia layak dipanggil ustadz untuk sekarang ini.
Kawan, belumkah juga tergugah pintu hatimu untuk lebih berhati-hati dari ajang coba-coba dengan narkoba ? Belumkah juga kau akan lebih berhati-hati dari suguhan, rayuan dan bergaul dengan para pecandu narkoba? Saya rasa sudah saatnya kita lebih waspada dan lebih mendekat kepadaNya. Sekali lagi kawan, katakan tidak pada narkoba!
Salam dahsyat!

Ilmu Tembus Limit dari Imam Syafi’i


Siapakah itu Imam Syafi’I ? Darimanakah ia berasal ? Siapakah gurunya ? Siapakah orang tuanya ?Maaf, saya tidak mengupasnya pada tulisan kali ini. Pertimbangan saya tidak lagi menuliskannya dilandasi oleh hal-hal berikut. Pertama, beliau Imam Syafii telah populer, selalu menjadi bahan pembicaraan banyak ustadz, ustadzah, kiyai, syeikh, dan para guru. Kedua, beliau Imam Syafii sangat layak diketahui oleh kita sebagai pemuda pemudi islam. Hal ini dikarenakan keteladanan beliau yang luar biasa. Ia adalah salah satu figur kebanggaan islam dulu dan sekarang. Dengan demikian sahabatku, pertanyaan pertanyaan diatas adalah tugas kita semua. Oke !
Kawan, membicarakan keteladanan, kecerdasan dan kegigihan dari sang Imam membuat kita kian terpesona, kenapa tidak, diusia beliau 7 tahun beliau sudah hafal 30 juz Al quran. Di usia beliau 9 tahun beliau sudah hafal dan memahami isi al quran secara menakjubkan. Di usia 10 tahun beliau dikenal sebagai Mufti (ulama besar) yang telah berdakwah inten di tengah-tengah masyarakat. Beliau di usia 15 tahun telah berdakwah dari satu daerah ke daerah lain.
Kawan, kita tentu masih ingat akan kisah ketika Imam Syafii mengunjungi Pondok Pesantren Imam Maliki di usia yang teramat muda(seusia para santri menengah). Dari banyak riwayat, Imam Syafii mengaku bahwa Imam Maliki adalah gurunya. Kembali ke kunjungan Imam Syafii tadi. Di pondok gurunya tersebut ia minta diajari kitab al muwatta (menurut berbagai sumber kitab al muwatta adalah karya fenomenal sang guru). Imam Syafii membutuhkan waktu 9 hari mempelajari kitab tebal itu. Ia paham dan hafal isinya. Imam Maliki sang guru benar-benar takjub.
Kawan, di pondok pesantren terkenal Imam Maliki itu ada ribuan santri yang sudah bertahun-tahun disana bahkan ada yang sudah belasan tahun untuk mengkaji kitab al muwatta yang sangat tebal itu. Anehnya lagi belum ada satupun santri yang sukses mengkhatamkannya apalagi menghafal. Tapi hal itu tidak pada Imam Syafii, beliau hanya butuh Sembilan hari saja. Luara biasa, dahsyat bukan?
Kawan, kita tentu ingin tahu, apa sih rahasianya Sang Imam besar itu? Jurus apakah yang ia pakai? Alangkah hebat sekali ketika satu atau dua jurus saja kita ambil untuk kita. Karena semua kita pasti ingin seperti beliau.
Kawan, ternyata memang 2 jurus saja yang ia miliki. Kedua jurus ini adalah jurus handal beliau. Imam Syafii pernah membocorkan kepada murid-muridnya akan dua jurus itu. Dua jurus itu adalah :
1.Manajemen Waktu.
Kawan, seperti apakah Imam Syafii membagi waktunya? Ternyata sederhana sekali, dan….. konsisten. Dari pukul 6 pagi hingga pukul 6 sore beliau berdakwah. Berbagai kegiatan dakwah beliau lakukan. Seperti memberikan kajian, silaturahmi, mengajar murid-muridnya. Bila pukul 6 sore telah menanjak. Malam pun beliau bagi menjadi tiga bagian. Bagian pertama (4 jam)untuk beribadah kepada Allah swt. Bagian kedua, (4 jam) lagi beliau gunakan untuk menulis. Dan 4 jam sisanya untuk beristirahat.
Seperti itulah si jenius Imam Syafii menata waktunya. Beliau begitu disiplin dan istiqomah. Hal hal itulah yang mengantarkan diri beliau makin sukses dan makin hebat tentunya. Nah kawan, bagaimana dengan kita ? Kita yang dijuluki generasi muda-penerus harapan bangsa Indonesia ini? Sudahkah kita mengoptimalkan waktu-waktu kita ? Kalau ternyata masih jauh panggang dengan api, sungguh belum terlambat kawan. Kita masih bisa. Kita mau kita bisa, siip kan!
2.Jurus Breakthrough kedua adalah jurus maju
Jurus maju ini berbunyi,”Berlelah-lelahlah dalam hal kebajikan, karena dalam kelelahan itu ada kenikmatan tak terhingga.
Kawan, sungguh tepat kiranya jurus diatas dinamakan jurus maju. Sebuah jurus yang menghendaki kita untuk terus menabur benih kebajikan, semisal membantu orang lain, bekerja dengan professional, beribadah dengan khusuk, menjaga silaturahmi sekaligus menyambungkannya kembali bila terputus, meringankan beban orang lain, tidak membuat keonaran/kegelisahan, murah senyum(ingat senyum yang tulus adalah sedekah), suka bersedekah/ infak, dan lain-lain.
Kawan, berniat baik saja sebanyak-banyaknya adalah juga bagian dari jurus maju ini. Katakanlah dalam sehari ada 10 saja niat baik kita, dan terlaksana dua saja, sungguh betapa besar pahala dari Allah swt. Kira-kira saudaraku, saudara akan diberi pahala sama dengan pahala 10 niat baik ditambah 2 amal kebajikan. Jadi ada 12 pahala kebajikan.
Nah, bila kawan punya 100 niat kebajikan dalam sehari dan terlaksana 3 saja saudara telah mendapatkan 100 pahala baik ditambah 3 amal kebajikan. Luar biasa, dahsyat benar!
Kawan, amalkanlah dua jurus tembus limit luar biasa ini, tidak perlu lagi kawan berkaca diri, siapa saja, dari daerah mana saya berasal, dimanapun dan kapanpun saya, saya tetap pilih dan aplikasikan dua jurus ini. Selagi konsisten(istiqomah) dan ikhlas, insyaallah…sukses dunia akhirat!
Salam dahsyat!

Indonesia Raya, Dimanakah Kau Kini ?


Kawan, ayo sejenak kita nyanyikan lagu kebanggaan bangsa kita ini!
Indonesia tanah airku
Tanah tumpah darahku
Disanalah aku berdiri
Jadi pandu ibuku
Indonesia kebangsaanku
Bangsa dan tanah airku
Marilah kita berseru
Indonesia bersatu
Hiduplah tanahku
Hiduplah negeriku
Bangsaku rakyatku
Semuanya
Bangunlah jiwanya
Bangunlah badannya
Untuk Indonesia Raya
Indonesia Raya
Merdeka, Merdeka
Tanahku negeriku yang kucinta
Indonesia Raya
Merdeka, Merdeka
Hiduplah Indonesia Raya
Air mata menetes tak serasa membanjiri pipiku yang berjerawat. Apakah kau juga merasakan, Kawan?
Indonesia memanggil, Kawan!Takkah kau dengarkan panggilannya, suara ibu pertiwi di lapangan sana? Dengarkan kawan, tanggapilah seruan beliau. Kitalah harapan beliau, generasi muda bangsa ini. Atau bukankah kita generasi harapan bangsa ini?? Tidak! Kita adalah generasi harapan bangsa ini. Kitalah yang akan menyelamatkan bangsa ini. Kita pula yang memperjuangkan harkat dan martabat bangsa ini.
Kawan, bila kau bertanya,”Indonesia Raya, dimanakah kau kini ?” Jawablah dengan lantang.
“Indonesia Raya ada disini (dalam hatimu)!”
Salam dahsyat!

Rabu, 08 April 2009

Mau Kemanakah, Kawan!


Ali Margosim Chaniago

Pergaulan bebas kian merajalelah, membobol jantung--merasuki jiwa—meracuni segenap akal sehat.
Saudaraku, kegelisahan jiwaku menatap fenomena berjangkit ini kian memburuk. Hal ini dikarenakan saya juga generasi muda, yang menjadi bagian dari generasi harapan bangsa ini. Dari waktu ke waktu rasa itu terus bergejolak dan tambah membengkak. Dari jiwaku ini, harapan besar bangsa yang kudengar selama ini dari pidato-pidato pembesar negeri ini semisal menteri pemuda dan olah raga, menteri pendidikan dan kebudayaan telah memandul sendirinya. Tak lagi menghujam ke bumi dan apalagi menjulang ke langit biru.
Kulihat, mereka yang sebaya denganku bangga dengan berkumpul kebo, hubungan di luar nikah, freeseks, hedonism, liberalisme, barat-baratisme,dan isme-isme neraka lainnya.
Nafasku kian sesak ketika kehormatan para gadis tak lagi dipertahankan. Dengan begitu gamblang menjadi barang obralan dipojok-pojok keramaian dan bangunan tua. Moralitas dan harga diri tak lagi menjadi kebanggaan. Sungguh telah hampir sama lenguhan kerbau dengan rintihan kemasyukan dan teriakan kesakitan prostitusi.
Saudaraku, lihatlah kebodohan ini dengan mata terbuka, hati terbuka dan otak waras. Dan, kau lihat pulalah ibu pertiwi menangis. Ya, ibu pertiwi bersedih sepanjang kau tak pernah berubah.
Kau sudah saksikan, bahwa bumi ini tak lagi seceriah di tahun-tahun awal kemerdekaan. Bumi telah sering marah, betapa sering ia menumpahkan banjir pada negeri ini, tanah longsor, gempa hingga tsunami sekalipun. Bumi tak lagi sesubur di zaman nenek moyang kita. Gersang dan tandus.
Lihatlah, lihatlah kembali bahwa ibu pertiwi belum berhenti menangis. Aku melihatnya, saya melihatnya dikala sang saka merah putih terpasang dan siap dinaikan. Saya melihatnya, dikala lagu kebnagsaan “Indonesia Raya” mulai dinyanyikan. Disaat itu, air mata ibu pertiwi kian deras, menatapmu sekalian, kita semua yang seolah-olah telah lupa dengan jati diri.
Saudaraku, kita orang Indonesia. Generasi pancasila, yaitu generasi yang mengaku dan berjanji setia untuk : Berketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat dan kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, Keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia.
Saudaraku, biarkanlah orang Amerika, orang Eropa, Rusia, dan lain-lain menjadi diri mereka sendiri. Sekiranya tidak perlu kita iri pada kevulgaran mereka, liberalisme mereka, dan freeseks yang menjadi kebutuhan mereka.
Seharusnya kita bangga dengan jati diri bangsa kita baik secara konseptual maupun kultural yang telah ada pada diri kita. Kita adalah bangsa yang berkebudayaan tinggi ditandai dengan masyarakatnya yang menjunjung tinggi nilai malu, ramah tamah, berjiwa social (tepa selira) tinggi, dan pintar-pintar. Negeri kita adalah negeri yang diberkati Tuhan oleh karena jati diri kita selama ini.
Saudaraku, mengapakah kita meninggalkan jati diri bangsa yang begitu tingginya, yang telah melekat pada bangsa ini? Bukankah ini merupakan peradaban mulia yang dicita-citakan oleh manusia sepanjang masa ? Lalu, atas alasan apakah kita bangga dengan budaya kebarat-baratan yang jelas-jelas sangat rendah/hina dihadapan manusia apalagi dihadapan Tuhan? Jawablah dengan nuranimu…
Mau kemanakah, Kawan!

Katakan Tidak Pada Kemalasan


Ali Margosim Chaniago

Saudaraku, betapa banyak orang yang kuat fisiknya di sekitar kita. Betapa banyak orang yang mampu secara material maupun non material diantara kita. Betapa banyak orang yang punya kesempatan diantara kita. Dan, Betapa banyak pula orang yang berkelebihan diantara kita. Namum tak sedikit diantara kita seolah-olah tidak menyadarinya. Fisik yang kuat, kekayaan materi, punya peluang, dan kelebihan lainnya seakan-akan berlalu seperti angin saja. Tak berbekas, tak membawa perubahan berarti untuk perubahan itu sendiri. Sementara hidup butuh perubahan. Perubahan yang dimaksud adalah menjadi lebih baik hingga yang terbaik.
Rasulullah saw bersabda : “Dua nikmat manusia sering lalai atasnya yaitu nikmat sehat dan waktu luang.”(HR.Muttafaqun ‘alaihi)
Sebuah kemenangan, prestasi terbesar hanya mampu digait oleh mereka yang jumlahnya sedikit. Mereka hanya dalam hitungan jari dari ratusan hingga ribuan orang yang berkesempatan. Tentu kita bertanya,”Kenapa hanya sedikit orang yang benar-benar berhasil?” Ada juga yang berani menyalahkan Tuhannya sendiri. Mereka berkata,”Tuhanmu telah berbuat tidak adil. Ia hanya mengasihi beberapa orang saja dari kami.” Mereka benar-benar lupa betapa Allah swt telah berbuat seadil-adilnya kepada mereka. Namum mereka masih saja mengumpat. Dan tetap pada kemalasan mereka.
MALAS-lah yang menjadi pemisah antara hopes dengan action sehingga tak pernah terwujudkan. Agenda tinggal agenda tersusun rapi dalam buku harian. Rencana tinggal rencana tak lagi digubris. Impian menjadi bumbu kekosongan prestasi. Tiap hari hanya bisa bermimpi tapi no action.
Saudaraku, malas bukanlah jatah kita. Kita diciptakan Tuhan bukan untuk bermalas-malasan, tapi melawan kemalasan. Kita ditakdirkan untuk selalu bergerak, berlari…dan menang. Itulah fitrah hakiki kita. Dengan demikian, segala kemalasan harus dibuang sejauh-jauhnya dari sekarang juga. Karena kita bukanlah pemalas. Katakan tidak pada kemalasan, yess pada perubahan.
If we take action, the miracles happen! Salam dahsyat.

Sabtu, 28 Februari 2009

Renovasilah Idealisme, Wahai Mahasiswa!

oleh Ali Margosim Chaniago

Idealisme merupakan komitmen yang mengakar kuat dalam diri yang terwujud dalam berbagai sikap dan tindakan. Idealisme seolah-olah menjadi harga diri bagi mahasiswa, dari dulunya hingga sekarang.
Idealisme mahasiswa dulu
Idealisme mereka terlihat pada berbagai pergerakan yang mereka lakukan. Dengan pergerakan yang terencana, tersusun rapi, dan dengan kesungguhan.
Pada zaman penjajahan Belanda, lahirlah gerakan Budi Utomo tahun 1908, dilanjutkan tercetusnya Sumpah Pemuda 28 oktober 1928. Kemudian, pergerakan mahasiswa angkatan ’66 yang meneriakkan Tritura(Tiga Tuntunan Rakyat), sekaligus penggulingan kekuasaan Soekarno, yang pada saat itu sudah ingin berkuasa seumur hidup. Angkatan ’74 yang menorehkan tinta sejarah MALARI (Malapetakan Lima Belas Januari) dengan tuntutan otonomisasi Negara dari intervensi asing dan penyikapan isu NKK/BKK (Normalisasi Kehidupan Kampus/Badan Koordinasi Kampus). Gerakan mahasiswa Indonesia angkatan ’78 pun memberikan sumbangan sejarah dengan mengangkat isu realisasi demokrasi, transparansi, akuntabilitas, serta pelaksanaan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen dengan icon menolak Soeharto sebagai calon presiden. Dan akhirnya, angkatan ’98 mampu menghancurkan kekuasaan bercorak militer dan represif rezim orde baru dibawah naungan rindangnya pohon beringin selama 32 tahun, Soeharto. Gerakan mahasiswa pun berlanjut ke tahun 2001 dengan pencabutan predikat presiden dari Gusdur, gitu aja kok repot! (dhedhi.wordpress.com/2007/10/30)
Para mahasiswa pada dekade ini kiranya layak berpredikat negarawan. Pergerakan mereka semata-mata untuk negara. Sesuai dengan fitrah idealisme mereka, yakni merindukan negara yang aman, damai, makmur, dan berwibawa.
Idealisme mahasiswa sekarang
Idealisme mahasiswa sekarang telah diwarnai oleh kemilau kepentingan semu. Idealisme mereka terpecah menjadi dua bagian. Pertama, mereka yang terus mengusung pergerakan. Pada kenyataannya, mereka yang seperti itu juga terpecah lagi menjadi dua golongan, yaitu dirinya untuk pergerakan, dan pergerakan untuk dirinya.
Mereka yang menobatkan dirinya untuk pergerakan. Merekalah orang yang jujur, tidak munafik, memegang prinsip, dan istiqomah. Benar tetap benar, dan salah tetap salah. Merekalah mahasiswa yang dirindukan kehadirannya oleh negara ini, guna memperbaiki keterpurukan bangsa ini. Merekalah mahasiswa yang menegarawan.
Lalu, bagaimana pula dengan pergerakan untuk dirinya. Inilah yang membuat kita patut bersedih. Hal ini bisa dilihat pada beberapa Petinggi BEM(Badan Eksekutif Mahasiswa), dan lembaga lainnya pada suatu Universitas di tanah air ini. Seketika aksi demontrasi, mereka bermulut lantang, menentang kebijakan-kebijakan yang melindas masyarakat, hingga sampai-sampai mereka menjadi poros penentang dari masyarakat terhadap suatu partai yang berkuasa. Tapi kenyataannya, setelah diketahui bermulut besar oleh suatu partai tertentu, lalu mereka dipinang, mereka tak beralasan untuk menolak.
Meminjam kata-kata Cecep Darmawan (dosen ilmu politik UPI),“Kalau dulu pemuda itu satu bangsa, satu tanah air dan satu bahasa, maka sekarang pemuda itu satu rupiah. Artinya, dipersatukan oleh rupiah untuk melakukan suatu tindakan”. Kita boleh merinding mendengarkan pernyataan itu. Tapi, pada kenyataannya memang ada banyak mahasiswa yang turun ke jalan untuk demonstrasi karena didalangi oleh seseorang, atau sekelompok orang. Lalu, dimanakah ldealisme kita sebagai mahasiswa?
Kedua, mahasiswa EGP(Emang Gue Pikirin). Mereka mahasiswa egosentris, yang hanya mengutamakan egonya, individualistik. Di kampus, mereka terkenal dengan study oriented-nya, sehingga tidak mau tahu dengan dengan permasalahan bangsanya. Efeknya, lahirlah para generasi muda yang rapuh jiwa nasionalismenya.
Hal itu seiring-sejalan dengan tradisi kampus-kampus di negeri ini yang seolah-olah menjadikan nilai sebagai segala-galanya, bukan keprofesionalan. Selanjutnya, juga mengisyaratkan bahwa mahasiswa seolah-olah diarahkan jadi buruh, bukan pencipta lapangan pekerjaan. Inilah kesalahan fatal kampus-kampus di Indonesia yang terkesan mengadopsi sistem pendidikan kapitalis. Akibatnya, alih-alih akan berpikir untuk negara, memikirkan dirinya sendiri, tidak klop-klop. Lalu, dimanakah ldealisme itu?
Harapan buat mahasiswa
Mahasiswa sebagai agent of change (agen perubah), sangat dirindukan membawa perubahan yang berarti buat negeri dan bangsa ini. Sesuai dengan idealisme awalnya, yaitu merindukan negara yang aman, damai, makmur, dan berwibawa. Mahasiswa sebagai moral force (kekuatan moral), sedang ditunggu gebrakannya dalam menuranikan bangsa ini, yang tentunya diawali dari mahasiswa itu sendiri.
Keterpurukan bangsa ini akan berakhir bila segenap mahasiswa berani kembali ke idealisme sejatinya. Hanya dengan itulah, harapan negeri ini akan masih ada. Mahasiswa, ujung tombak penyelamat bangsa.
(Penulis adalah Pengamat pergerakan Mahasiswa)

Bagi semut saja, kecil tak berarti lemah!


oleh Ali Margosim Chaniago

Saudaraku, pernahkah mendengar cerita bagaimana semut mengalahkan gajah bahkan

membunuhnya hanya dalam hitungan menit? Cerita ini, cerita yang sangat menginspirasi saya

ketika di Sekolah Dasar. Saya yang sebelumnya tidak mau berbagi kue dengan teman, saking

pelitnya, akhirnya berubah total. Ceritanya begini :

Di sore hari, pada sebuah negeri tak bernama. Seekor semut duduk bersandar di atas

batu. Ia menatap ke bawah, dari kejauhan dengan ketinggian yang tak bisa ia kira seketika itu,

terlihatlah negerinya yang begitu indah. Sang semut menamakan dengan Kampung Damai

Indosemut. Si semut tersenyum lepas seraya berdoa : ”Jayalah kau kampungku, damailah kau

negeriku, sentosalah negeriku, lahirlah putra-putri bermoral sebanyak-banyaknya!..” Ia

terhentak.

Lantungan kaki yang keras, menggema, seolah-olah bumi sekitarnya bergoyang. Si

semut membalikkan badannya. Matanya terbelalak.

”Hei si kerdil malang, sedang apa kau disini?” tanya gajah dengan angkuhnya.

”Saya sedang melakukan perjalanan pulang sehabis dari barat daya.”

”Apa urusan kau?” tanya gajah lagi dengan angkuh tak berkurang.

”Mencari tahu sumber makanan yang melimpah.”

”Apakah kau hanya sendiri?”

”Ya untuk arah sini memang saya sendiri. Dan, para jenderal yang lain ada yang ke

timur, utara, selatan, tenggara dan barat laut.

”Wow..., hehehe.” Dengan nada sinis, si gajah melanjutkan pembicaraannya. ”Untuk

apa kau bersusah payah untuk negeri yang hanya seluas onggokan tahi saya itu ? Apakah kau

tidak ada pekerjaan sama sekali?” Ejek sang gajah.

”Tak peduli seluas dan sehebat apapun orang lain. Negeri kami adalah harga diri kami,

harga diri saya.’

”Ha..ha...ha. Seberapa berhargakah negerimu itu?” tanya gajah yang tak berkurang

angkuhnya itu.

”NYAWA KAMI.”

”Wow.... Tahukah kamu bahwa saya sangat benci dengan semut??”

”Tidak. Yang kami tahu kau selalu membunuh ratusan anak-anak kami di jalan-jalan, di

rumah-rumah mereka, di tempat permainan mereka hampir tiap harinya dengan kaki lebarmu

itu di berbagai negeri kami. Selama ini kami bersabar, karena kami menyadari bahwa kami

sangat kecil.”

”Lalu, apa yang kau banggakan?” tanya gajah kian brutal.

”Jumlah kami yang banyak. Tiap harinya, lahir jutaan putra-putri kami jutaan ekor.

Dan, kami kompak.” jawab semut terlihat senang.

”Hah, besok pagi akan kau amati bahwa seluruh negerimu akan lenyap!”

”Boleh, asalkan kau langkahi dulu mayatku!!!” teriaknya keras.

Gajah mengangkat kakinya hendak menginjak si semut jenderal itu. Tiba-tiba,

”Membunuhmu tak berarti apa-apa.”

”Dasar pengecut. Kau hanya tumpukan daging yang pengecut.” teriak semut

mengamati gajah yang meninggalkannya dengan cekikikan. ”Saksikanlah besok pagi, hei

makhluk tak beruntung.”

”Langkahi dulu mayatku.... langkahi dulu mayatku.... langkahi dulu mayatku.... langkahi

dulu mayatku...., langkahi dulu mayatku.”

Besok paginya...

Jutaan tentara semut telah ambil posisi. Ada yang bersiap di pintu gerbang negerinya,

bersembunyi dibalik daun berketinggian satu meter, satu setengah meter yang menargetkan

telinga lebar si raksasa, ribuan diatas menara yang siap syahid dengan melompat dengan

target hidung dan mata si raksasa, dan ratusan ranjau berupa parit berlubang.

Kabar terakhir : Gajah terkapar tak berdaya di Kampung Damai Indosemut, hingga

menghembuskan nafasnya yang terakhir. Dari telinganya yang lebar itu keluar ratusan semut.

Dari hidungnya semut keluar seraya meneriakkan takbir kemenangan.

”Hidup Jenderal!” teriak rakyatnya.

”Damailah negeriku, sentosalah rakyatku!!!” doa sang jenderal. Wallahualam

bisshowab!

Dikarenakan Kita Mau, Maka Kita Bisa!

oleh Ali Margosim Chaniago

Dua kisah pembangun jiwa kepahlawanan buat mereka yang tak ingin hidup apa adanya.

al kisah pertama, seorang gadis bernama Wilmarudo, berkebangsaan Jepang. Sejak lahir ia telah lumpuh. Pada umur 9 tahun, ia belum bisa berdiri, apalagi berjalan. Tapi, si Wilmarudo ini ngotot ke mamanya. Ia selalu minta untuk diperiksa perkembangan fisiknya. Dan, ia katakan bahwa ia harus bisa berjalan dengan normal. Orang tuanya mengikuti kemauan anaknya itu. Dan, para dokter selalu mengatakan bahwa Wilmarudo tidak akan bisa berjalan seumur hidupnya.

Kesedihan meliputi hati gadis kecil itu. Namum, ia tetap berpengharaapan besar. Wajahnya menunjukkan hal demikian. Suatu hari mamanya mengatakan,”Wilmarudo, kalau anda yakin bahwa anda pasti bisa berjalan, maka Tuhan tidak akan pernah menyia-nyiakan hambaNya.” Wilmarudo mengatakan dengan optimis,”Kalau begitu, suatu saat aku akan menjadi pelari wanita tercepat di dunia...”

Semenjak itu, ia selalu berjalan dengan duduk. Ia lakukan dengan penuh kegigihan. Kemudian belajar berdiri. Dengan memakai alat bantu ia belajar berjalan dengan tertatih-tatih. Ia melakukan hal itu sepanjang waktu.

Beberapa tahun kemudian, ia belajar berlari. Setiap kali jatuh, ia pasti bangun. Semua ini memang tidak gampang, butuh waktu yang lama. Namum, semangat mengalahkan rasa capek, bosan, dan lamanya berproses.

Suatu ketika ada lomba lari wanita di Jepang. Gadis itu pun ikut. Ia berada pada urutan terakhir. Dalam event yang sama, ia gagal terus. Banyak orang mengatakan,”Dasar tidak tahu diri, sudah gagal terus, ikut juga.”

Wilmarudo tidak berhenti. Ia terus berjuang. Pada suatu saat, Tuhan mengabulkan doanya. Pada event yang sama, ia menjadi pelari tercepat di negaranya. Selanjutnuya, ia mampu mengumpulkan tiga medali Pelari Wanita Tercepat di dunia. Subhanallah....!(Dikutip dari kaset"Impian",Louis Tendean)

Al kisah kedua, dikutip dari cerita masyarakat Minang. Cerita ini dari mulut ke mulut. Tidak dibukukan. Namum, amat populer. Dulu, di negeri Minang seorang anak lelaki bernama Bujang. Bujang di pondokkan Orang tuanya di salah satu rumah Syekh. Bertahun sudah ia mengaji. Namum, juz ’amma pun juga belum khatam. Syekh pun kewalahan dengannya. Sudah nggak pintar, juga amat nakal.

Bujang amat kagum dengan teman-temannya yang fasih bacaan Alqur’annya. Tiap harinya, Si Bujang masih saja mengulangi Juz ’amma. Syekh pun kerap kali memintanya untuk mengulang kembali ke ”Alif Ba Ta...” Akhirnya, teman-teman seangkatannya memanggilnya dengan sapaan Ali Ba. Bujang merasa terpojokkan dengan sendirinya.

Suatu pagi Syekh memerintahkan para santri untuk kerja bakti. Bujang tidak ikut. Ia berdiam diri dalam kamar. Ia mengemas semua barang-barangnya. Kemudian, ia melarikan diri lewat pintu belakang. Perjalanan yang akan ia tempuh, amat jauh. Dengan berjalan kaki, akan menghabiskan waktu 10 jam. Jalan yang ditempuh berkerikil besar. Dan di pinggir-pinggir jalan tersebut adalah hutan lebat. Cukup berbahaya. Ketika itu masih banyak ditemukan beruang.

6 jam, ia telah berjalan. Badan terasa capek, dan terik matahari yang melemaskan. Ia mampir di pinggir jalan. Ia mencari tempat duduk yang aman. Terlihatlah olehnya ada terowongan, menyerupai gua kecil. Ia tertidur. Datanglah Syekh Burhanudin. Syekh itu berkata,”Bujang, lihatlah air yang menetes itu.(Syekh menunjuk ke air yang menetes, yang dibelakangi Bujang itu. Jaraknya dua meter dari Bujang). Syekh menghilang. Bujang terbangun. Tanpa banyak pikir, mimpi yang membekas di hatinya itu membuat ia penasaran. Ia amati air yang menetes tersebut. Sebuah tetesan air itu mampu melubangi batu hitam yang amat keras tersebut. Hingga pada batu itu terdapat kolam kecil, yang ada makluknya. Nasehat Syekh yang amat mendalam. Air yang begitu lembut, tetesannya kecil mampu melubangi batu hitam pekat yang amat keras ini...” inilah yang terbaca olehnya, ”Mungkin inilah yang dimaksud Syekh. Aku tidak boleh putus asa,” tambahnya lagi.

Ia merenung sambil memukulkan ranting-ranting kayu lapuk ke tanah. ”Mungkin 2 tahun sebelumnya adalah tahap persiapan bagiku untuk menjadi Qori terbaik di seantero negeri ini”. Bujang berbalik arah. Ia kembali lagi ke pondok ngajinya.

5 tahun kemudian, nagari kami kedatangan Qori Internasional sekaligus Buya yang amat halus dan bijak perkataannya. Buya muda tersebut baru pulang dari Mekah. Ia diundang raja Abdullah, dalam pesta syukuran raja. Dialah Qorinya. Buya muda itu bernama Abdullah Ali Mufidz.(Dikutip dari cerita masyarakat Minangkabau, dari mulut ke mulut)

Disebabkan Harapan itu Masih Ada!

oleh Ali Margosim Chaniago

Saudaraku, pernahkah kita merenung sejenak untuk negeri ini? Untuk umat ini? Kita benar-benar sedih. Air mata mengalir begitu tak terasa, bathin kita seolah-olah memberontak, jiwa kita meletup-letup, berdecak-decak, berdentum-dentum, berharap akan terwujud akan sebuah perubahan yang berarti. Bukan sekedar reformasi, yang kian lama kian tak berarti, seperti kacang tanpa isi.
Mari kita amati. Kemerdekaan bangsa ini, RI, semenjak tahun 1945 hingga sekarang 2008. Tiap tahun, tepatnya 17 agustus, kita merayakan kemerdekaan. Di berbagai tempat, perayaan kemerekaan diselenggarakan. Tidak luput juga di istana kepresidenan. Bangsa Indonesia merayakan kemerdekaannya yang notabene telah diakui secara de facto dan dejure. Nah, permasalahannya adalah benarkah bangsa ini sudah merdeka ?Sudahkah kita merayakan kemerdekaan itu dengan hati yang benar-benar merdeka? Maksud saya dengan hati yang tenang, lapang dan bahagia? Sekali lagi, usaplah dada kita, tanyakan, dan dengarkanlah jawabannya.
Saudaraku, menurut hemat saya, sampai detik ini lingkaran syethan penjajahan belum berakhir di negeri ini. Bangsa Indonesia masih terjajah sampai sekarang. Penjajahan dewasa ini lebih kompleks dan dampaknya lebih ganas. Ada banyak bangsa yang telah menjajah dan akan mau menjajah negeri ini. Kita namakan penjajahan non fisik, halus, sering membuat kita tertawa, tersanjung, namum mematikan. Lebih galak lagi dari virus Trojan di komputer anda. Sebelum kemerdekaan kita mengakui bahwa kita sedang dijajah. Namum sekarang, kebanyakan diantara kita seolah-olah tidak mengakui bahwa kita sedang dijajah karena tidak tahu.
Penjajahan ideologi, budaya, politik dan ekonomi sudah nampak nyata. Di bidang ideologi, dimanakah kini Pancasila yang notabene adalah ideologi bangsa ini. Di bidang politik, bukankah sebagian besar pemimpin negeri ini didikte oleh para pemimpin negara-negara barat sana. Di bidang ekonomi, cermatilah PT Freeport MC Moran Indonesia, milik pengusaha USA, yang telah bercokol puluhan tahun di negeri ini. Setiap harinya Freeport menjarah 200 kg emas murni( 24 karat ) dari tanah Irian Jaya. Mereka (pihak PT Freeport) telah membangun pipa raksasa sepanjang 70 KM yang berujung di Laut Arafuru. Di sana mereka membongkar emas, yang kemudian diangkut ke negerinya. Sesuai dengan kontrak karya II, Indonesia-Freeport, pihak Freeport akan terus seperti itu hinggga 2041. Tahukah kita, berapa bagian untuk Indonesia? Hanya 7 %, dan 93 % untuk mereka( Freeport).
Saudaraku, bukit yang ditumbuhi emas itu hanya menunggu waktu berubah menjadi lembah mematikan yang dihujani salju. Tidak hanya itu, limbah dari PT Freeport bila ditimbunkan ke kota Jakarta, Depok dan Bekasi. Maka tertimbunlah ketiga daerah itu setinggi 5 meter. Catatan berikutnya, limbah itu beracun dan menggersangkan tanah. Tahukah kita, bahwa banyak warga Irian yang menentang korporatokrasi ini hilang tanpa jejak? Tahukah anda kenapa pihak birokrasi mulai dari pemerintah dusun hingga presiden bahkan DPR hanya sebagai penonton?jawabannya, sungguh membuat emosi kita membludak. Sungguh, kita negara yang miskin ini, sudah memperkaya bangsa asing dengan kemewahan yang tak terhitung. Sementara saudara kita di Irian Jaya sekarang masih pakai koteka, karena sulitnya uang untuk membeli pakaian. Oleh sebab itu, seharusnya bangsa ini menangis di setiap 17 agustus untuk merenungi kezaliman ini?dan…merubahnya.
Tahukah kita tentang tambang gas kita di kepulauan Natuna. Ribuan ton gas dialirkan lewat pipa raksasa dengan panjang berkilo-kilometer, yang tembusnya ke Singapura? Berapakah untuk Indonesia? 0 %. Begitulah ulah PT. Exon Mobile yang diaminkan pemerintah negeri ini. Tahukah kita gaji seorang Lee Raymond, Direktur PT Exon Mobile selama 13 tahun di Indonesia? 6 Trilyun, 178 Milyar Rupiah. Sementara masyarakat kita, untuk makan saja tak sedikit yang makan nasi akik. Tahukah kita tentang pertambangan minyak Blok Cepu, Pertambangan minyak di Caltex, de el el yang taka mungkin saya tulis semuanya. Saya kira itulah kebobrokan bangsa ini bagian pertama. Bagian berikutnya, amatilah tingkat kebobrokan moral di negeri yang lagi-lagi menamakan diri dengan bangsa yang ramah tamah, dan berwibawa ini. Kita dengan gampang mengamati bahwa dua penyakit bahaya yang pernah disitir oleh Rasulullah saw telah telah terbukti adanya. Itulah penyakit Wahn.
Rasulullah saw bersabda :”Akan datang masa dimana kamu diperebutkan oleh bangsa-bangsa lain sebagaimana orang-orang berebut melahap isi mangkuk.”Para sahabat bertanya,”Apakah saat itu jumlah kami sedikit ya Rasul?”Rasulullah saw bersabda, “Tidak, bahkan saat itu jumlahmu sangat banyak, tetapi seperti buih di lautan karena kamu tertimpa penyakit wahn. Sahabat bertanya,”Apakah penyakit wahn itu ya Rasul ?” Beliau menjawab,”Penyakit wahn itu adalah cinta dunia dan takut mati.”(HR. Bukhari Muslim)
Saudaraku, kiranya inilah jawaban yang tepat kenapa umat muslim pada umumnya dan Indonesia khususnya terpuruk dewasa ini. Jawabannya adalah dikarenakan sifat cinta dunia dan takut mati telah mengakar di lubuk hati umat ini. Akibatnya , realita berbicara, munculnya pemimpin yang korup alias rakus dan tamak, masyarakat yanag jauh dari syariat Allah.
Allah swt berfirman :”Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan sesuatu yang melalaikan,…Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.” ( QS. Al hadid 20)
Saudaraku, walau sebobrok apapun bangsa ini, kita tidak boleh berputus asa dari rahmad Allah. Bukankah kita terlahir untuk merubah kebobrokan itu?Ya, kitalah yang ditunggu-tunggu oleh ibu pertiwi. Negeri yang sedang meratap ini sedang melambaikan tangan kepada kita. Lihatlah. Oleh karena itu, mari kita ingatkan saudara-saudara kita yang lain tentang ini. Inilah jalannya, yaitu dakwah. Allah swt berfirman ,”Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang makhruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah…”(QS. Ali imran 110)
Saudaraku, bukankah Presiden Ir.Soekarno juga telah berpesan kepada kita.”Kutitipkan negeri ini padamu.” Ya. Kepada kita saudara-saudaraku, kader-kader dakwah. Mari kita wujudkan harapan negeri ini, songsong perubahan yang berarti utuk negeri ini. Saudaraku, tataplah dirimu, negerimu, dan harapan itu masih ada. Wallahualam! (Dari berbagai sumber, Ali margosim chaniago, Pengurus FLP Semarang)

Mari Bermimpi, Agar Kita Maju Saat ini Juga!

oleh Ali Margosim Chaniago

Bolehkah bermimpi? Siapa yang melarang. Allah, Tuhan Yang Maha Perkasa telah menganugerahkan mimpi kepada setiap hambaNya. Artinya mimpi itu adalah fitrah dari Allah. Nah, setiap orang yang bermimpi adalah pertanda rahmad dari Allah. Maka setiap kita bermimpi, kita harus bersyukur kepadaNya. Seperti apa mimpi yang harus disyukuri itu. Banyak ustazd mengatakan, mimpi yang dimaksud adalah mimpi yang memotivasi, membahagiakan, menyadarkan(Ehm...alias insyaf ba’da bermimpi). Sebab, mimpi seperti itu adalah mimpi yang dibimbing oleh Allah SWT.
Mimpi adalah hiasan tidur, ujar Ibu saya. Saya nggak tahu, kalimat itu beliau kutip dari mana. Tapi, amat benar. Rasanya, kalau tidur tanpa mimpi seperti padi hampa, tidak bernas. Tidak ada kesan yang mendalam. Padahal, salah seorang Al Ustazd dari Minang mengatakan bahwa tidur itu adalah mati seketika. Ruh kita menghadap keharibaan Allah untuk sementara. Ngapain,ya?Ya...nggak tahu. Itu sih yang tahu hanya Allah, sebab Dialah yang menguasai jiwa, raga, dan alam semesta ini. Kita tinggal mengaminkan kehendak Allah SWT. Tapi, jangan khawatir, Sobat!! Udah tahukan bahwa Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang?
Lebih kurang 8 jam, tidur versi dokter. 4 jam versi Imam Syafi’i, dan beberapa ulama besar dunia lainnya. Nah, beberapa jam tersebut agar ruh kita mendapat bimbingan dari Allah, maka selaku muslim dianjurkan berdo’a.
Aku kutip dalam kitab Durratun Nashihin. Rasulullah Saw, berkata kepada Aisyah.”Wahai Aisyah, janganlah kamu tidur diatas ranjangmu, sebelum kamu menunaikan 4 hal berikut: Pertama, mengkhatamkan Al qur’an 30 juz. Kedua, Haji dan Umrah ke Baitullah. Ketiga, meminta salam kepada Rasulullah. Keempat, menyalami kaum muslimin.” Aisyah bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah itu yang kau maksud?” Rasululllah Saw menjawab,”Pertama, bacalah Surat Al Ikhlas tiga kali. Kedua, ucapkanlah tasbih-tahmid dan tahlil tiga kali. Ketiga, bacalah shaalawat kepadaku. Keempat, ucapkanlah do’a untuk kaum muslimin.”(Al Hadist)
Sobat!InsyaAllah, kamu akan tidur dalam bimbinganNya. Dan, selamat bermimpi dalam rahmadNya. Siapa tahu kita-kita yang masih jahiliyah mendapatkan ilham dari Allah berubah total, dan menjadi pemenang. Bisa saja kan?

Sobat!Bagaimana dengan mimpi horor? Ba’da bermimpi, keringat kuning bercucuran, mata bengkak, badan benar-benar capek, nafas terengah-engah. Seharian merana. Sibuk memikirkannya. Wah busyett...!So, jangan lupa berdo’a.
Sobat!Mimpi adalah hiasan hidup. Bagaimana dengan yang dihias, alias Si Pemimpi. Adakalahnya kata Si Pemimpi kurang tepat digunakan. Karena kata itu biasanya digunakan untuk yang bersipat jamak. Tapi, tidak apa-apa. Bagi saya itu sah-sah saja digunakan. Alasannya, saya yakin sobat sering bermimpi baik siang hari maupun malam hari. Baik ketika tidur maupun ketika duduk sendirian. Melamun maksud saya. Ini sudah mimpi yang amat dahsyat. Pada saat itu, dalam waktu yang sekejab, saudara sudah melalang buana ke Negeri Kangguru(Australia) terus ke kanan menuju Negeri Hugo Chavez(Venezuela), terus ke negeri Paman Sam(Amerika Serikat), terus ke negeri Mendiang Putri Diana(Inggris), belok ke Bekas negeri Fir’aun(Mesir), next...Ka’batullah terus ke Semarang lagi. Bahkan lebih dahsyat lagi saudara berpiknik ke langit pertama ketemu dewa burung. Langit kedua ketemu dewa angin. Langit ketiga ketemu dewa air. Hingga ke langit ketuju, ketemu dengan dewa tertinggi. Maaf, nih menurut teman-temanku yang Hindu.
Kunjungan yang luar biasa. Bahkan ada teman saya dalam waktu tujuh menit. Ia telah menakhlukan perjalanan ke Surga dan Neraka. Sayangnya, ia kesana tidak bawa sandal. Akhirnya...nggak bisa singgah di surga. Padahal, ia sudah amat berharap seperti Nabi Idris(He he he maaf). Nabi Idris dan surga Firdaus. Nabi Idris dengan sengaja meninggalkan sandalnya di surga. Agar ia bisa berbalik lagi melihat surga. Ingat hanya untuk melihat. Dan tertinggalnya sandal itu bisa menjadi alasan kepada malaikat Ridwan untuk masuk lagi ke surga. Kalau tidak demikian, ia tidak akan dapat melihat lagi. Sebab, waktu pasportnya dah habis. Perjanjian dengan malaikat Jibril sudah mendekati deadline. Apa boleh buat.
Sobat!
Nabi Idris berhasil. Ia diberi kesempatan untuk kedua kalinya menginjakkan kakinya di surga. Jika Allah mengizinkan. Ia akan masuk surga yang ketiga kalinya sesudah kiamat. Luar biasa. Ialah Nabi yang mampu memecahkan rekor ke surga. Ngambil sandal kelamaan...akhirnya, Nabi Idris mendapat teguran dari Allah. Karena Allah, maka Nabi Idris kehabisan nyali. Ia kembali ke bumi. Ruhnya kembali menyatu dengan jasad. ”Alhamdulillah...”ujarnya.
Sobat!Cerita di atas saya kutip dari perkataan seorang Ulama dari Minang. Materi ini saya dapatkan saat kajian rutin malam jumat.
Kembali ke pemimpi!Sobat senang memimpikan apa? Apakah pernah seperti yang saya terakan diatas? Nih, saya akan bercerita tentang seorang pemimpi. Ia masih bujangan. Ia sedang menimba ilmunya di negeri rantau ini.
Pagi hari yang amat indah. Mentari pagi di kota ini menyeruak ke setiap celah. Menerangi kota dan jiwa-jiwa yang bersungkur. Embun pagi sebening permata jatuh berderai ke bumi khatulistiwa. Mengkilau diterpa mentari menyilaukan mata. Indah. Bunga melati indah. Semerbak harum mewangi mengalir ke hati. Di taman itu seorang Pujangga berdiri. Untaian kata-katanya, dan bisikan hatinya pada dunia ini:
”Andaikan suatu saat saya menjadi pemimpin di negeri ini. Saya tidak rela di pagi nan indah ini melihat anak-anak meminta-minta. Bapak-bapak meminta-minta. Ibu-ibu meminta-minta. Anak-anak meminta. Saya tidak rela melihat para pemulung berkeliaran semenjak shubuh. Pagi nan indah jangan dikotori. Saya akan mengumpulkan mereka di kantor gubernur. Saya akan memaksa mereka olah raga pagi bersama saya, makan pagi bersama saya, bersenda gurau dengan saya, berbagi cerita dengan saya, dan berdoa bersama yang dipimpin oleh Kiyai. Selanjutnya, saya mengundang mereka tiap awal bulan. Dan, saya mewajibkan seluruh perangkat pemerintah daerah hadir dengan membawa amplop masing-masing. Semua pejabat harus memilih salah satu diantara mereka sebagai teman bercerita selama tiga jam tersebut. Pejabat yang sukses parameternya adalah siapa yang paling dicintai, disayangi oleh para pemulung, anak yatim, anak terlantar, dan kakek-nenek jompo tersebut. Saya akan membentuk tim khusus penilai yang independent.
Para anggota dewan yang katanya wakil rakyat itu juga saya himbau. Semoga ia semakin sadar. Sebenarnya dia duduk di gedung itu untuk apa. Untuk kekayaannnya atau untuk kesejahteraan rakyatnya. Selamat rakyat...
Kalau tidak ditakdirkan jadi pemimpin. Saya lebih memilih jadi pengusaha. Saya akan memulainya dengan usaha kecil-kecil dulu. Seperti perkebunan Lidah buaya, coklat, cengkeh. Mungkin awalnya cukup dengan sepuluh karyawan. Mereka yang bekerja dengan saya adalah orang-orang desa yang berekonomi lemah. Mereka akan saya didik untuk terampil, jujur, dan disiplin, dan saling berkasih sayang. Tidak cukup itu, mereka saya didik untuk shalat yang khusuk, giat tadarus, dan suka membantu orang lain. Nah, untuk mewujudkan ini saya akan meminta mereka ikut kajian di rumah saya. Yang bisa saya sendiri yang medidik, dan kuundang para Kiyai, Syekh, atau Ustazd. Harapan saya, mereka tidak hanya diberi gaji tapi juga dikokohkan imannya, akhlaknya, dan ilmunya. Saya bilang ke mereka bahwa kita adalah satu keluarga. Untung saya adalah untung mereka. Dan rugi mereka juga rugi saya.
Ehmmm...kalau takdir Allah lain. Saya ditakdirkan jadi PNS(Pegawai Negeri Sipil). Maka saya harus disiplin, jujur, dan kerja keras. Saya harus datang tepat waktu. Saya tidak mau mengurangi jam kerja, dan untuk menambahinya pun kalau saya mampu. Katakanlah waktu dinas di kantor 7 jam. Saya harus 7 jam. Sebab, bila saya menguranginya berarti saya berdosa. Gaji yang saya terima tidaklah halal bila saya curang sekalipun itu uang negara. Ketahuilah uang negara adalah uang rakyat. Rakyat saja yang mati-mati membayar pajak ini dan itu, banyak yang mati busung lapar. Kekurangan gizi, tidak mencicipi pendidikan layaknya seperti saya. Ah...saya malu. Kalau saya curang, saya jauh lebih hina dari pada yang berkaki empat.
Saya harus jujur. Milik kantor adaalah milik kantor, sekalipun itu hanya sebuah pena. Saya tahu bahwa itu bukan milik saya. Pada suatu saat nanti saya akan ditanya tentang pena itu. Dengan apa harus saya jawab, karena memang bukan milik saya. Tapi, milik rakyat.
Saya harus kerja keras. Karena saya manusia yang beruntung, bisa mencicipi dunia pendidikan. Padahal, rakyat banyak yang tidak bisa sekolah karena tidak ada biaya. Saya tahu, saya bisa sekolah dengan enjoy karena disubsidi rakyat...Oh, rakyat...saya akan bekerja keras untukmu...”
Sang pujangga itu terbangun dari lamunannya. Ia bermimpi menjadi seorang gubernur yang langka di bumi seantero ini. Ia bermimpi menjadi pengusaha yang berhati emas. Ia bermimpi menjadi PNS yang amanah. Kita berdoa kepada Allah semoga Allah mengabulkan salah satu mimpinya, dan juga mimpi-mimpi kita. Amin Ya Rabbul ‘Alamin....

Orasi Fajar, Semangat Kebangkitan!

oleh Ali Margosim Chaniago

Rabu, 04 juni 2008
Diambang fajar menyongsong Shubuh. Pukul empat tepat oleh jam dinding di Wisma Al kautsar. Rumah kontrakan kami, mahasiswa elektro Undip. Di kontrakan itu kami berjumlah sepuluh orang. Aku melangkah menuju Masjid Istiqomah yang berjarak seperempat kilometer dari wismaku itu. Angin dingin merasuk ke hati, seolah-olah sekujur tubuhku hendak membeku. Dingin, membuatku pucat pasi. Dengan tubuh menggigil kuteruskan jua langkah yang terbata-bata itu.
Daun-daun pepohonan, daun-daun bunga meliuk-liuk berirama diterpa angin fajar. Padanya menetes banyak titik air. Dan tak hanya itu, titik-titik kecil hujan pun terasa menimpa kulitku yang kuning langsat ini. Kutatap langit lazuardi hitam pekat seolah-olah menumpahkan air bah ke kelurahan kecil kami ini. Hatiku berdecak gamang, mengingatkanku akan kekerdilan diriku yang menatap seketika itu.
Kulanjutkan langkahku lebih cepat, sembari berharap hujan tidak turun di pagi ini, supaya Masjid seramai hari-hari sebelumnya.
Sebentar lagi aku sampai. Kembali kutatap langit. Ia masih seperti tadi. Si raksasa hitam legam itu tidur menutupi planet manusia ini. Titik-titik hujan pun makin terasa, dan hembusan angin makin kuat, menggoyangkan pohon-pohon disepanjang jalan, bunga-bunga indah dan lampu-lampu pijar, pernik-pernik dinding rumah bergoyang-goyang. Aku makin bersiaga, siap-siap berlari bila air bah langit menimpa dari ubun-ubun kepala.
Sudah jauh aku berjalan dan semakin dekat dengan Masjid, belum seorang pun juga kutemui yang membersamaiku menuju Masjid. Tikus-tikus berlarian menuju lorong-lorong air. Ukurannya besar-besar, hanya saja aku tak tahu mengapa kucing-kucing disini tidak begitu agresif. Para kucing cenderung mengacuhkan tubuh-tubuh gemuk dan segar tikus-tikus itu. Para jangkrik tak kalah pula, ia menyanyi dan bersahutan. Para kodok pun bertembang dengan suaranya yang serak, dan bagi pemula terutama mahasiswa baru mendengarkannya bisa membuat bulu kuduk berdiri, dan bisa tidak tidur semalaman .
“Pada kemanakah mereka?” hatiku bertanya-tanya. “Mungkin belaian mimpi masih merasuki taman hidupnya!” “Ataukah merekah tidak berani keluar rumah, masih enggan dan akan membentangkan sajadah di rumah saja? Tidak tahu.”
Ah, aku tak ambil pusing. Aku yakin, sebentar lagi jamaah yang lain pada menyusul di belakangku. Kudapati Masjid masih tertutup. Masjid yang cukup besar itu, diterangi oleh empat buah lampu gantung disepanjang pinggirnya. Di dalam Masjid itu gelap. Ba’da shalat sunnah Tahiyatul Masjid. Gema adzan dari Masjid lain telah terdengar. Aku pun mulai mengumandangkan adzan. Jamaah satu persatu berdatangan. Tiba-tiba lampu listrik mati. Takmir Masjid tampak gelisah. Ia mencari dan mencari yang bisa dijadikan lampu disaat shalat didirikan. Waktu terus berjalan, tiga perempat Masjid itu telah berisi jamaah. Telah menunjukkan pukul lima kurang sepuluh menit. Kami tak lagi akan menunggu listrik hidup. Dibalik temaram cahaya sebatang lilin, shalat shubuh kami mulai. Pak Masruri, Takmir Masjid itu menjadi Imam kami.
“Allahu akbar,”takbiratul ihkram diucapkannya. Jamaah pun mengikuti. Aku merasa khusyuk dan berharap khusyuk hingga selesai. Seolah-olah juga begitu dengan jamaah yang lain, yang tak terdengar batuk, deheman. Tenang dan damai. Cahaya lilin yang redup, antara hidup dan mati. Sewaktu-waktu cahayanya seolah-olah menari-nari akibat diterpa angin lewat ventilasi dan pintu Masjid. Hal ini menjadi sensasi baru bagi kami.
Pada deti-detik selanjutnya...
Ketenangan menghilang. Mencekam. Istana kekhusyukan di hati-hati, terutama di hatiku bergetar hebat, guncah, hilang. Suasana baru datang. Ia melibas, menggoyangkan iman-iman di dada. Lantunan ayat nan indah dan fasih oleh sang Imam terdengar tak lagi dapat dinikmati. Keindahan itu bercampur noise-noise keras melengking seperti orasi Si Panglima perang. Bahkan gendang-gendang telinga minta ditutup dengan tangan. Semua jamaah menjadi gelisah dan susah bisa khusyuk. Kalaupun ada yang bisa khusyuk mungkin satu-dua orang. Dan itulah orang-orang yang luar biasa keimanannya. Beberapa diantara jamaah terpancing tertawa-tawa yang ditahan-tahan. Beberapa diantara mereka keluar dari shaf dan berwudhu lagi. Itulah akibat dari ketawa ditahan-tahan, dimana angin akan menumpuk di lambung, dan dengan energi dari ketawa tersebut, akhirnya angin tersebut tertekan kebawah. Lalu keluarlah sulfur itu alias kentut. Ada yang terus berdehem. Sang imam, kedengarannya pun tak bisa khusyuk. Sang Imam tak lagi indah bacaannya, beberapa kali ia salah dan pada ayat terakhir dari surat Al kaafirun. Terus berulang-ulang ia baca, dan seolah-lah tak tahu ayat terakhirnya. Inilah kondisi pada rakaat kedua, yang benar-benar parah dibanding rakaat pertama. Kemudian salam. Selesailah shalat shubuh kami tunaikan dengan perjuangan yang maha berat itu.
Listrik kembali menyala. Pak Masruri berputar 360 derajad menghadap ke arah kami. Kejengkelan hatinya terbersit dari percikan rona wajahnya yang hampir berkeriput itu. Jamaah yang lainnya tak sedikit pula seperti Pak Imam, kembali tertawa tanpa suara, terkikik-kikik, dan ada pula yang tak ambil pusing.
Jamaah ibu-ibu, rata-rata sudah pada usia berkepala lima. Beliau-beliau itu keluar duluan penuh kejengkelan dan membujuk orator ulung yang sudah berpoak-poak itu, bermandikan keringat, dan suaranya menjadi parau, seringkali terbatuk-batuk, dan sepertinya batuk-batuk keras itulah yang menghentikan orasinya berdurasi sepuluh menit itu.
Sesudah berzikir, aku tidak lagi melihat batang hidung sang orator ulung itu. Dari Pak Imam aku tahu, bahwa sang orator ulung itu sudah sering seperti itu.
Langit tak lagi mendung. Si raksasa hitam telah bangun dari tidurnya dan pergi entah kemana, yang jelas hari telah cerah. Fajar merekah menyemburatkan cahaya kemerahan bening diufuk timur. Indahnya, seolah-olah hingga ke petala langit ke-tujuh. Awan-awan berarakan putih laksana selendang sutera bidadari nan lembut, bersih, suci, dan amat indah.
Aku sedang merenung di atas bukit itu, di bawah pohon yang tak kuketahui namanya. Disanalah aku seolah-olah dalam pertapaan panjang. Sementara mentari bergerak meninggi dan selangkah mendekat ke ubun-ubunku.
Kembali kuingat-ingat, kueja-eja, dan kurenungkan isi pidato dari sang orator ulung tadi Shubuh. Sang orator yang luar biasa dan diluar kebiasaan. Shalat shubuhku tidak khusyuk dibuatnya. Sering terbayang olehku bagaimana gerakan tangannya, kesigapan langkahnya, kedipan dan lototan matanya, serta seberapa banyak air matanya yang keluar.
Aku mengakui, aku tidak khusyuk dalam shalatku tadi pagi. Aku memang masih jauh dari kesempurnaan. Orang sepertiku tiba-tiba bisa terenyuh, terhempas ke batu karang, lalu tenggelam kelubuk keruh hanya gara-gara orasi sang orator ulung yang diluar ambang batas kebiasaan itu.
Aku tak memikirkan jemaah yang lain. Seperti apakah mereka aku tak tahu pastinya. Yang jelas, sang orator yang meletup-letup itu tak bisa ditandingkan dengan Presiden kita, Ir.Soekarno dalam berpidato atau Barack Husein Obama, Zainuddin MZ dan lain lain. Tentulah sang orator yang satu ini menempati peringkat teratas. Sayangnya, ia berpidato tidak di istana negara, saat upacara kemerdekaan, Forum-forum resmi, dan mimbar-mimbar Masjid. Ia berpidato di halaman depan Masjid, dikala shubuh didirikan, gelap-gulita karena listrik mati dan rintik-rintik hujan.
SAUDARA ingin tahu apa yang disampaikannya:
Inilah yang masih kuingat:
Huuuu....!
Hai saudara-saudara yang masih ada nurani dihatimu. Dengarkanlah suara-suara kami yang terjerat, yang terjerit, yang terbesuk, yang terzholimi, yang tak terperhatikan, yang ternodai, yang terlukai, yang tertindas, yang terlindas, yang menangis, dan yang meraung-raung.
Assalamualaikum,
Semesta puja dan puji untuk Tuhan Penguasa Jagad Raya. Salam penghargaan untuk Kanjeng Pangeran Gusti Nabi Muhammad salallahi ’alaihi wassalam. Salam, kasih dan sayang untuk saudara-saudara yang sedang sujud kepada Tuhan. Dan aku yang sedang berorasi untuk mengingatkan kalian. Agar kalian tidak lupa diri. Sehingga kalian tahu, siapa diri kalian, kepada siapa kalian menyembah. He he he, itulah makanya saya tak pernah berputus asa berorasi.
Baiklah, saudara-saudara...
Demi keagungan langit dan kekacauan bumi. Kuwarnai matahari, bulan dan bintang-bintang dengan samudera kata-kata. Menenggelamkan benua-benua dan pulau-pulau membangun semestanya.( Intonasi suaranya meliuk-liuk seperti dedaunan diterpa angin, berjenjang-jenjang, berdecak-decak, berdentum-dentum)
Pada kesempatan ini akan kusampaikan tujuh bab untukmu duhai saudara...(diucap dengan meletup-letup)
BAB SATU : HARTA
Hei saudara-saudara yang sedang sujud. Apakah kalian mengira dengan sujud Tuhan langsung mengampuni dosa-dosamu. Semudah itukah, hah?He he he..., hi hi hi...Kalau hanya sujud yakni dengan kau bungkukkan tubuhmu hingga sama tinggilah kepalamu dengan kakimu. Itu percuma, he he he...Percuma saja. He he he...hi hi hi...,karena toh, hatimu belum kau sujudkan kepada Tuhan. Tuhan Yang Maha Besar, Allah swt.
Pernahkah kau menginap-merenungkan, bahwa masih sering kau menyembah harta. Kau gunakan kekuasaanmu demi harta. Aku tak ambil pusing apapun jabatanmu. Yang jelas, tak sedikit dari kalian menyembah bersama jabatanmu kepada harta. Siapa pun dirimu, ingatlah...
Tidakkah kalian mengakui, bahwa ini benar? Ah, DASAR MUNAFIK.
Saudara, karena kalian muslim yang taat, saya yakin bukanlah kalian orang yang saya maksud. Tapi, he he he...hi hi hi...saudara masih belum bisa berkilah berlepas diri dari tanggungan. Lihat tetangga, sanak famili kalian yang pejabat-pejabat, dari pejabat RT hingga juragan pejabat. Sudahkah kalian menjalankan tugas seperti saya menjalankan tugas. Saya mengingatkan kalian. Kalian sudah mengingatkan mereka? Itu tanggungan kalian, jangan sok-sok bodohlah. Jangan sok-sok tak tahu. Itu tanggungan kalian, yang akan menjadi dosa bagi kalian.
Hei...(kira-kira matanya melotot, suaranya melengking seolah-olah gendang telinga retak, sakitnya terasa bagi kami yang masih berdiri betul pada rakaat kedua)
Lihat,lihatlah oleh kalian...
Rumah mereka mengkilat, besar sebesar istana kepresidenan, berlantai-lantai, huh...aksesorisnya serba mewah. Mereka berjalan berjingkat-jingkat di dalamnya, bertele-telekan suami istri, mereka bersandal dalam rumah. Lihat saya, saya saja sekarang tidak punya alas kaki, ditanah yang bergetah ini, yang dingin ini.
Mereka, mereka masih berpeluk-pelukan suami istri, diatas springbad setebal roda truk fuso. Pakaian bagi mereka tak apa kurang bahan, padahal harganya melangit.
Saudara tahu, tahukah...
Mereka semua, mereka adalah penjilat. Mereka penghisap darah. Mereka pemakan bangkai. Darah dan bangkai kami(dengan nada mulai datar, ia memulai lagi)kau lihat sendiri tubuh-tubuh kami telah banyak yang kurus. Kami dilanda anemiah, busung lapar, kurang gizi. Lihatkan? Ya, ini gara-gara mereka.


BAB DUA : TAHTA
Tak lama lagi kita akan melaksanakan pesta demokrasi, katanya. Mereka ngomong memang seenaknya saja. Apa mereka tahu bahwa demokrasi itu ciptaan dan propaganda manusia-manusia dari keturunan yang suka berjemur di pantai, dari barat sana. Ihhh...Indonesia malah ikut-ikutan mereka dengan melengahkan apa yang telah kita miliki. Kau pasti tahu hati yang bersujud. Itu ayat-ayat yang kau baca. Amalkanlah. Ya, Alqur’an itulah yang menjadi pegangan kalian. Dasar bodoh!!
Ya, yang bodoh tentu bukan kalian kerena kalian masih bersujud dihadapannya. Tak usah berpanjang-panjang, saya katakan untuk pilgub nanti, pilihlah gubernur yang pakaiannya seperti kalian berpakaian, yang sujud seperti kalian bersujud, yang polos seperti polosnya kalian, tak tahu berbelit apalagi mudah beringsut. Yang baik akhlaknya, seperti kalian yang tahu macam-macam. Pilihlah gubernurmu dengan mata hatimu. Dan...jangan dengan mata kepala sebab kau pasti tertipu. Ingatlah...



BAB TIGA : WANITA
Wanita, ya kami wanita. Tubuh kami indah mempesona. Jangan pernah munafik bahwa laki-laki tidak senang dengan wanita. Memang, itu sudah kodrat. He he he. Tapi, tahukah kalian, kami terpaksa menjadi wanita-wanita komersial. Penghuni-penghuni hotel. Kami dipaksa dan terpaksa menjual tubuh. Tubuh kami digerenyangi. Sistem tidak memihak kepada kami, pemerintah diam dan membiarkan. Pemerintah lebih agresif mengurus poligami daripada tubuh kami yang kerap ditelanjangi dan terpaksa aborsi. Kemiskinan terus menjerat kami.
Kami tahu bahwa kami salah, tapi mau bagaimana lagi. Kami dibiarkan. Kami tahu islam adalah solusi. Tapi, pemerintah tak pernah bersungguh-sungguh untuk menjadi pemerintah yang islami.
Maka ini adalah tugas kalian, wahai yang bersujud...
Aku tersentak dari lamunanku. ”Tak semua orang gila itu gila, dan orang gila itu tak selalu gila. Dan semoga anak-anaknya segera membelikan lagi obatnya, dan shubuh besok Mbah Martini tak lagi berorasi...”
Aku berlari...

Nasionalisme di kampus kampus

oleh Ali Margosim Chaniago

“Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai para pahlawannya.”
(Pepatah nasonal)

Indonesia adalah bangsa besar yang tidak hanya terdiri dari pulau-pulau, penduduk pun tak kalah besar. Disamping itu, juga didukung oleh budaya, suku, agama yang beraneka ragam. Ini menjadi bukti besarnya bangsa ini. Disamping besar, Indonesia juga kaya raya. Dunia menyebutnya dengan Negeri Zamrud Khatulistiwa. Berbagai barang tambang dan kekayaan lainnya dari dulu telah menjanjikan bangsa kita, Indonesia, untuk menjadi negeri yang makmur, aman dan sentosa. Kemakmuran bangsa ini berabad-abad sebelumnya telah dibuktikan oleh para raja-raja besar dahulu kalanya. Baik kerajaan Sriwijaya, Kerajaan Majapahit, dan kerajaan-kerajaan kecil lainnya yang tersebar diseluruh kepulauan nusantara.
Katakanlah, kerajaan Sriwijaya. Kegemilangan, prestasi kerajaan ini mengantarkan nusantara sempat menguasai Asia Tenggara dan sekitarnya. Rakyat pribumi makmur, hingga rakyat daerah yang diintegrasikan pun ikut termakmurkan.
Kerajaan demi kerajaan berkuasa silih berganti. Kemakmuran rakyat tetap terjaga hingga datanglah para penjajah, bangsa tak berkeprimanusiaan dari barat sana. Salah satunya Belanda dengan VOC-nya. Mereka menjarah kekayaan Indonesia 3,5 abad lamanya, dan ditambah pula oleh Jepang 3,5 tahun lamanya. Dan, sekarang bagaimana? Katanya, sekarang kita sudah merdeka. Apakah benar kita sudah merdeka? Oke, jawablah dengan hati nurani dengan melihat paada realita yang ada.
Kembali kita ke persoalan utaama yaitu nasionalisme. Dari awal saya sudah membangun sebuah prolog untuk anda, dan sekarang saya lanjutkan.
Setelah berabad-abad dijarah oleh bangsa kolonial, kita masih bisa menikmati sisa-sisanya yang notabene masih menjanjikan kita untuk meraih impian hidup makmur, damai dan sejahtera. Impian ini sebenarnya adalah impian mereka-mereka yang mengorbankan darah, jiwa, raga, harta dan nyawa mereka untuk kita. Darah mereka mengalir deras dimana-mana, pekikan maut dan tangis mereka pecah dimana-mana,dan bangkai mereka rapuh tak tahu dimana. Merekalah yanag meninggalkan impian untuk kita. Mereka adalah para pahlawan bangsa ini.
Impian merekalah, para pahlawan kita, membuat cita-cita kita masih ada. Harapan itu masih ada. Maka sudah selayaknya kita katakan, pahami dan wujudkan, pepatah berikut
“Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai para pahlawannya.”
Adalah tugas kita semua sebagai pewaris negeri ini untuk menyambung amanat dan cita-cita para leluhur kita. Namum ada hal penting yang tidak selayaknya kita lupakan yaitu menghargai jasa para pahlawan kita.
Dewaasa ini, bila kita cermati di sekolah-sekolah, kampus-kampus, lembaga pemerintahan ataupun instansi lainnya, penghayatan dan penghormatan kepada para pahlawan bangsa semakin memudar. Fakta sederhana yaitu dikala pengibaran sang saka merah putih. Kita tahu, moment pengibaran bendera merah putih hanya beberapa kali saja dilaksanakan pada tataran kampus, lembaga pemerintahan atau instansi lainnya di negeri ini. Pada sekolah dasar dan sekolah menengah masih dilaksanakan pada setiap hari senin. Yang menjadi pokok permasalahannya adalah pengibaran sang saka merah putih hanya sebatas ceremonial. Seolah-olah tidak ada penghayatan. Tidak ada ruh, semangat yang mengaliri para generasi bangsa ini untuk melanjutkan cita-cita para pahlawan bangsa ini.
Bila kita ingin iseng-iseng survei. Akan terbukti dengan sendiri, sangat besar prosentase para siswa bahkan mahasiswa tidak mengenal dasar negaranya sendiri, tidak tahu butir-butir pancasila, apalagi hafal UUD’45. Tanyakan juga tentang para pahlawan bangsa ini dan daerah asalnya. Pasti susah. Bedebah!!
Hal-hal diatas, saya rasa bukanlah masalah sepele. Tapi, butuh penggemblengan dari berbagai unsur terkait baik sistem pendidikan, para dosen, para guru, para pejabat, dan masyarakat bangsa ini.
Satu efek saja bisa kita cermati langsung. Lihat, betapa tidak sedikitnya mahasiswa yang memilih jurusan tertentu tanpa di dasari alasan nasionalisme. Maaf, hanya mengikuti trend, dan pasar!
”Mengapa anda memilih jurusan A?”
Mereka menjawab,”Karena banyak dibutuhkan oleh perusahaan asing.”
Mereka menjawab,”Karena gajinya besar.”
Mereka menjawab,”Karena lagi trend-nya, dan teman-teman gue pada mengincar jurusan itu..”
Tapi, amat jarang sekali kita dengar,”Saya pilih jurusan ini karena saya ingin membangun negeri saya. Di negeri saya banyak emas, yang suatu saat saya adalah Presiden Direktur perusahaan emas itu. Di negeri saya banyak Minyak, Batu bara, Gas, Bauksit, mangan, dan lain-lain. Di negeri saya tanahnya subur, maka harus diberdayakan. Agar suatu saat nanti masyarakat Indonesia tidak akan pernah lagi membeli beras ke negara lain. Di negeri saya, lautnya luas dan kaya raya, maka harus diberdayakan untuk kepentingan bangsa ini. Masyarakat indonesia harus makmur pada tahun-tahun yang akan datang. Dan lain-lain!”
Pernahkah kita mendengar para mahasiswa menerangkan alasannnya seperti diatas, ketika ditanya mengapa ia memilih jurusan A atau B? Ini secuil bukti, sekaratnya nasionalisme di kampus-kampus. Sahabat, silahkan kalian temukan bukti-bukti lainnya.
Bagaimana dengan sahabat, sahabat bisa riset lapangan sendiri!!!
Tulislah....
......................................................................
......................................................................
......................................................................
......................................................................
Al hamdulillah!

Mulai saat ini, narsis itu penting!

Sudahkah kita membaca koran hari ini? Terserah koran apa. Atau membaca majalah? Atau kalau sahabat tidak begitu hobi membaca. Menonton tentu suka kan? Yup, 99,999 % diantara kita adalah suka menonton. Ya...setidaknya menonton berita.
Begitupula dengan saya. Saya suka membaca dan juga suka menonton. Sahabat, ada banyak hal yang membuat saya salut pada media diatas. Salut yang membuat saya risih, khawatir, dan secara tidak langsung ditantang. Mengapa demikian? Karena begitu menjamurnya kemaksiatan. Banyak orang yang begitu percaya diri dengan pemikirannya yang liberal, kapitalis, dan sekuler. Jelas-jelas bertentangan dengan falsafah negara kita, Pancasila.
Kita melihat, begitu percaya dirinya seorang artis berpakaian mini sembari cekikikan di televisi. Tidak hanya itu, mereka dengan gamblangnya berangkulan dan maksiat lainnya padahal mereka jelas-jelas tidak semuhrim. Mereka (Para selebritis, pen) begitu antusias dan percaya diri memerankan adegan-adegan seperti itu, tanpa ada rasa malu. Tanpa merasa punya tanggung jawab moral sedikitpun. Seolah-olah mereka tidak tahu, tidak memikirkan efek buruknya bagi masyarakat Indonesia. Masyarakat yang bernotabene sopan dan ramah tamah. Bukankah Indonesia dulunya dikenal dengan keramah tamahannya?
Ya. Indonesia adalah negara yang ramah tamah. Hal ini harus kita pertahankan. Oke, kita kembali lagi ke perbincangan kita. Sahabat! Kalian sudah paham kan, apa yang saya maksud. Nah sekarang, hal utama yang menjadi wacana di benak kita adalah mereka begitu bersemangat dan percaya diri dalam maksiat. Kita sepakat bahwa semua itu adalah konspirasi yang terorganisir. Tetapi sekarang mari sejenak kita pilih-pilih secara parsial saja. Karena bahasan ini sangat luas.
Sahabat, jikalau dalam kemaksiatan saja orang begitu narsis. Bagaimana dengan kita yang sudah selayaknya membentengi dari dari tipu daya mereka. Kita yang mengazamkan diri dalam memperjuangkan kebajikan, membela agama Allah dan melindungi generasi bangsa dari kebiadaban ini. Apakah kita diam-diam saja cukup dengan menonton sembari berpangku tangan.
Sahabat, konspirasi mereka begitu terorganisir. Mereka akan dipastikan menang dalam pertarungan ini, jikalau kita tidak ambil tindakan. Kita harus menyadari kebenaran yang dianugerahkan oleh Khalifah Ali Ibnu Thalib:
”Kebenaran yang tidak terorganisir, akan mampu dikalahkan oleh kebathilan yang terorganisir.”
Mereka begitu narsis, alias tampil percaya diri diberbagai media. Mereka akan cepat menjadi publik figur, yang akan dicontoh banyak generasi bangsa ini. Hal ini jelas-jelas racun peradaban ini. Kita tidak menginginkan hal ini, kita harus menyatukan tekad guna membentengi bangsa ini dari konspirasi ini. Salah satu Langkah solutif permasalahan ini adalah semua kita harus mengazamkan diri untuk menjadi publick figur kebajikan. Mulai detik ini juga, kita harus narsis. Tampil narsis dalam kebajikan, maksud saya. Para ikhwah harus memasyarakat. Figurnya dikenal publik, dan menjadi referensi utama dalam keteladanan. Pada iklan dan poster acara, tamapilkan sosok-sosok ikhwaha kiata. Berbagai acara, ikhwah harus menjadi tonggak utama terlaksananya acara itu. Ikhwah harus narsis dengan akhlaknya yang memukau, comunication skillnya, sisi akademisnya, dan jaringannya yang luas.
Ikhwah harus membiasakan diri menulis di berbagai media. Sekalipun hanya pada bagian ‘surat pembaca’ tidak apa-apa.dan, berbagai aktivitas lainnya yang mendukung dakwah ini. Terakhir, satu kalimat untuk ikhwah sekalian,’Mulai saat ini, narsis itu penting!”
Wallahualam!

Kiprah Pemuda Sebagai Muslim Negarawan

Oleh Ali Margosim Chaniago

Pemuda adalah harapan bangsa. Di tangan merekalah terletak baik dan buruknya suatu bangsa. Ketika pemudanya baik, maka baiklah bangsa itu. Sebaliknya, bila pemudanya buruk(berakhlak buruk, red), maka tinggal menunggu datangnya kehancuran.
Bila dibuka lembaran sejarah, diketahuilah bahwa lahirnya suatu peradaban di bumi manapun tidak terlepas dari peran pemudanya. Beberapa contohnya sebagai berikut :
-Revolusi industri di Inggris digerakkan oleh pemuda. Pemudanya berpacu dalam teknologi. Mereka diantaranya adalah Alexander Graham Bell, James Watt, dan lain lain.
-Revolusi Perancis, atau lebih dikenal dengan revolusi pemerintahan. Revolusi ini digerakkan oleh para pemuda yang berjiwa nasionalis. Merekalah yang menggulingkan raja Louis XVII ; yang akhirnya dieksekusi mati.
-Di Jepang. Setelah negeri Sakura itu diluluh lantakkan oleh tentara sekutu dengan bom atom, mulailah dunia memandang Jepang sebelah mata. Jepang telah lumpuh. Dunia pessimis Jepang akan bangkit. Pessimisnya masyarakat dunia di dukung oleh fakta ilmiah. Radiasi uranium, remanansi molekul atom masih aktif hingga sekarang, walau dalam takaran kecil. Dengan semangat Bushido Jepang bangkit kembali. Semangat yang dikobarkan Kaisar Tenno Haika itu, tidak terlepas dari dukungan pemudanya
-Di Indonesia. Perjuangan untuk merebut kemerdekaan hingga pembacaan teks proklamasi juga atas dukungan pemuda. Begitupula halnya dengan peralihan kekuasaan dari orde lama (orde campuran) ke orde baru (orde diktator) hingga ke orde reformasi (orde kurang terkontrol) juga digerakkan oleh pemuda, khususnya Mahasiswa.
Sobat muda!!Presiden RI 1, Ir. Soekarno mengatakan,”Berilah aku 10 orang pemuda, akan aku guncangkan dunia.” Merujuk pada pernyataan tersebut, Ir Soekarno mengakui bahwa eksistensi pemuda dalam suatu negeri menentukan masa depan negeri tersebut. Pemuda sebagai aset bangsa yang paling berharga harus mendapatkan perhatian yang serius dari berbagai kalangan. Para generasi tua berkewajiban memberikan pendidikan yang layak, mengajarkan moral dan akhlak, dan keteladanan. Jelaslah, bahwa pemuda adalah tonggak perubahan suatu bangsa. Dengan bangga kita mengatakan,”Pemuda adalah harapan bangsa, dan pemudi sunting negara.”
Merujuk pada pernyataan,”Pemuda adalah harapan bangsa.” Kuantitas yang besar tidak berarti mengalahkan kualitas. Artinya, jumlah pemuda yang besar pada suatu negeri tidaklah bernilai apa-apa, ketika tidak ada atau sedikit sekali yang berkarya, mandiri, dan profesionalisme, serta berakhlak tinggi.
Menurut hemat saya, pemuda yang diharapkan itu harus memenuhi dua syarat utama sebagai berikut: Pertama, kehadirannya tidak menambah masalah. Kedua, kehadirannya memberikan solusi atas masalah yang ada.
”Bukanlah pemuda seseorang yang membanggakan Bapaknya. Tetapi, pemuda itu adalah mereka yang menunjukan inilah aku.” (Imam Ali Bin Abu Thalib)
Renungkan potongan kalimat Inilah aku! Tidaklah bijak jikalau kita memahaminya sebagai sikap keangkuhan. Tapi, telaahlah lebih dalam! Potongan kalimat tersebut memiliki makna komitmen kuat yang diiringi tindakan untuk berprestasi.
Sobat muda!!
Imam Syafi’i mengatakan: ”Hidupnya pemuda itu adalah karena dua hal. Pertama, ilmu. Kedua, takwa. Jikalau kedua hal itu tidak dimilikinya. Maka pemuda itu sesungguhnya adalah mati.”
Dari pernyataan diatas, menurut Imam Syafi’i ada dua hal mutlak yang harus dimiliki oleh para pemuda, yaitu ilmu dan takwa. Bagaimana halnya, jika hanya salah satu yang dimiliki? Realita menjawab, lahirnya pemuda yang setengah manusia.. Pemuda seperti ini belum memenuhi kriteria pemuda harapan bangsa. Pemuda yang berilmu tapi tidak berakhlak akan melahirkan Para Fir’aun baru. Hal ini permasalahan besar. Takwa tanpa ilmu adalah omong kosong. Ketakwaan lahir dari pemahaman yang dalam dan jelas.
Menuntut ilmu adalah kewajiban setiap muslim, baik laki-laki maupun wanita. Dan, tidak ada batasan umur dalam menuntut ilmu. Rasulullah menegaskan, ”Tuntutlah ilmu dari ayunan hingga liang lahat.” (HR Muslim)
Lebih dalam tentang ilmu. Sebuah pepatah arab berbunyi,”Al ilmu nur.” Dalam bahasa Indonesia, ”Ilmu itu adalah cahaya.” Cahaya adalah penerang dalam kegelapan. Itulah hakikat ilmu. Pemuda yang menjadi harapan bangsa adalah pemuda yang berilmu. Dengan ilmu yang dimilikinya, diharapkan mampu membawa bangsanya menjadi bangsa ”Baldatun Thayyibatun Warabbun Ghafur.” Bangsa yang aman dan makmur, dan dibawah lindungan Allah.
Sobat muda!
Kita tidak rela dicap sebagai pemuda yang bodoh. Kita juga tidak mau diadu domba lantaran tidak berilmu. Sejarah membuktikan hancurnya kekhalifahan islam di Turki delapan dasawarsa yang lalu, hanyalah karena propaganda bangsa-bangsa barat. Dengan slogan ”The sick Man” dari bangsa barat, Mustafa Kemal Pasya menanggalkan jati diri bangsa Turki, dan berlutut menjadi bangsa lain. Patutkah hal ini dicontoh? Masih adakah harga diri sebagai seorang kesatria? Jawablah dengan nurani kita masing-masing. Diakui, satu kesalahan pemuda Turki di saat itu, yakni mengabaikan ilmu. Jangan mimpikan pengalaman pahit itu terulang lagi.
Disamping berilmu, pemuda juga harus bertakwa kepada Allah SWT. Kalaulah ilmu telah menerangi kegelapan di alam semesta; agar mampu menerangi setiap celah dan lorong di bumi; dan dirasakan terangnya oleh setiap makhluk; maka harus dilengkapi dengan takwa.
Al Imam Al Ghozali rahimakumullah mengatakan,”Bantinglah otak mencari ilmu sebanyak-banyaknya guna mencari rahasia besar yang terkandung di dalam benda besar yang bernama dunia ini, tetapi pasanglah pelita dalam hati sanubari, yaitu pelita kehidupan jiwa.”
Apa gerangan pemuda Indonesia? Baiknya kita amati dulu bangsa ini, Indonesia, maka akan tercermin pemudanya. Negeri kita kaya dengan konflik. Tiap waktu selalu saja menambah konflik. Konflik lama belum selesai, yang baru terus datang bertubi-tubi. Sebut saja busung lapar, kenaikan harga sembako, kekurangan air bersih, banjir, gempa, tanah longsor, sampah longsor, tsunami, kapal laut tenggelam, pesawat udara terjatuh, DB(Demam Berdarah) berjangkit, aids dan HIV, Narkoba merajalela, miras, Korupsi menjadi trend, skandal seks, hingga TKW yang tersiksa di luar negeri. Point-point diatas datang silih berganti, membentuk sebuah siklus, yang mata rantainya belum terputuskan. Inilah PR bangsa, PR kita.
Pemuda, pilih gelembung atau gelombang? Kalimat ini merupakan analogi cerdas, sederhana, dan bermakna dalam. Kita tinggal pilih. Apakah kita ingin memilih gelembung atau gelombang. Ketika pemuda memilih gelembung, artinya pemuda hanya bisa bergerak di tempat. Pemuda, khususnya mahasiswa hanya mampu aksi demonstrasi. Aksi turun ke jalan-jalan, berorasi hebat di lapangan terbuka, menyuarakan aspirasi rakyat di depan gedung DPR-DPRD. Aksi selesai, buku agenda ditutup. Tidak ditemukan langkah jitu selanjutnya. Itulah gelembung itu, yang hanya bisa bergerak di tempat. Beruntungkah kita memilih jadi gelembung?
Lain halnya ketika pemuda memilih gelombang(Baca: aksinya seperti gelombang). Gelombang bersifat dinamis. Ia selalu bergerak ke depan tanpa hentinya dari waktu ke waktu. Ia selalu bersih dan membersihkan. Begitupula halnya dengan pemuda, kita. Segala aspirasi yang kita tuntut, aksi turun ke jalan, dan orasi yang ditampilkan merupakan tahap pertama. Kemudian dilanjutkan tahap-tahap berikutnya. Semuanya terencana dengan baik. Kita harus memahami akan pesan Imam Ali Bin Thalib berikut :”Kebenaran yang tidak terorganisir, akan dikalahkan oleh kebathilan yang terorganisir.” Saatnya pemuda belajar dari gelombang.
Selaku pemuda yang diharapkan negeri ini, seyogyanya kita menyikapi kondisi negeri yang carut-marut ini sebagai berikut:
Pertama, bijaksana. Sebuah keharusan bagi kita untuk beralam luas, berpandangan lapang. Kita sebagai agent of change(agen perubahan) harus mengetahui masalah-masalah pokok di negeri ini. Kita seharusnya berpikir dan merenungkannya. Kita berjuang untuk mampu memberikan solusi praktis buat bangsa ini.
Kedua, senantiasa bersiap dan siap. Kepada seluruh pemuda. Kita harus menyadari bahwa ada empat hal yang harus ada pada diri kita. Keempat hal itu adalah iman, ikhlas, semangat, dan amal. Point-point tersebut adalah karakter utama pemuda. Pemuda yang baik selalu mengevaluasi dirinya. Sudahkah kita memiliki iman yang kuat, ikhlas, senantiasa bersemangat, dan melakukan amal kebajikan dalam berbagai aktivitas.
Dalam mengintrospeksi diri, kita harus tahu akan hal-hal berikut: Pertama, dasar keimanan pada diri adalah nurani yang menyala. Kedua, dasar keikhlasan adalah hati yang bertakwa. Ketiga, dasar semangat adalah perasaan yang bergelora. Keempat, dasar amal adalah kemauan yang kuat. Introspeksi diri adalah langkah solutif dan prestatif. Orang yang selalu memuhasabah dirinya, maka ia akan mengenal dirinya. Siapa saja yang mengenal dirinya, maka ia akan mengenal Tuhannya.
Sobat muda!!
Pemuda yang senantiasa mengintrospeksi diri, ia akan mengenal siapa dirinya, dan mengenal Tuhannya. Bagi mereka ada tiga keuntungan spesial sebagai berikut:
Pertama, mereka terhindar dari propaganda barat; yang dengan sengaja berhasrat melumpuhkan pemuda-pemuda islam. Lihat saja narkoba, miras, pergaulan bebas, seks bebas, valentine days, hedonisme, majalah playboy, judi, dan lain-lain, merajalela di Indonesia. Bangsa barat dengan sifat wahn-nya, berlomba-lomba membangun jembatan konspirasi terhadap pemuda, “kita” maksud saya.
Kedua, mereka termotivasi untuk selalu memperbaiki diri. Introspeksi diri mendidik pemuda untuk berjiwa pembelajar. ”Kenalilah dirimu, maka kamu akan mengenal Tuhanmu.”(Al Hadist). Hadist ini mengingatkan kita semua pada Imam Hasan Al banna. Suatu ketika seorang wartawan meminta beliau untuk menjelaskan siapa dirinya kepada masyarakat. Beliau menuturkan,
”Akulah petualang yang mencari kebenaran. Akulah manusia yang mencari makna dan hakikat kemanusiaannya di tengah manusia. Akulah patriot yang berjuang menegakkan kehormatan, kebebasan, ketenangan, dan kehidupan yang baik bagi tanah air dibawah naungan islam yang hanif.
Akulah lelaki bebas yang telah mengetahui rahasia wujudnya, maka ia pun berseru,’sesungguhnaya shalatku, ibadahku, hidupku, dan matiku hanya untuk Allah, Tuhan semesta alam yang tiada sekutu bagiNya. Kepada yang demikian itulah aku diperintahkan, dan aku termasuk orang-orang yang berserah diri. Inilah aku. Dan kamu, kamu sendiri siapa?”
Imam Hasan Al banna menunjukkan hakikat manusia seutuhnya. Beliau memberikan keteladanan kepada pemuda untuk beridealisme, berani, taat, dan tangguh. Selanjutnya, ungkapan beliau tersebut memberikan motivasi luar biasa. Pada kalimat terakhir,”Dan kamu, kamu sendiri siapa?” Kalimat itu beliau lontarkan dengan gagah, berani, dan menantang para pemuda menunjukan jati dirinya.
”Kamu sendiri siapa?” Tidak bijak, jikalau kita langsung menjawab dengan begitu saja. Sekalipun jawaban kita itu luar biasa sekali. Sebaiknya, pertanyaan itu kita hujamkan ke hati sanubari. Kita ulang berkali-kali melafalkannya. Kemudian, pikirkan dengan apa pertanyaan itu akan kita jawab.
Perlu kita renungkan, apa yang akan kita persembahkan dalam hidup ini. Jhon F.Kennedy menuturkan,”Janganlah kamu tanyakan apa yang negara berikan buatmu, tapi tanyakanlah apa yang telah kamu berikan kepada negara.” Agar kita tetap bersemangat, bukalah kembali buku Shirah Nabawi, atau buku yang mengandung kisah teladan para pejuang tangguh.
Sobat muda!Cermatilah Khalifah Abu Bakar yang mempersembahkan seluruh hartanya sembari berkata,”Untuk keluarga saya sisakan Allah dan RasulNya.” Luar biasa!!
Salah satu sahabat Rasullulah Saw bersenandung, tatkala pedang musuh telah menempel di lehernya.
”Dan aku pun tiada peduli
Tatkala terbunuh sebagai muslim
Dalam keadaan bagaimana jua
Pangkuan Allah-lah tempat robohku.”
Sekiranya pedang berkilau hendak menggorok leher anda dalam peperangan. Pernahkah terpikir bahwa anda akan bersenandung seperti dia? Jawablah dengan jujur. Bagi anda yang senang menonton. Tonton jualah film”The Last Samuray.” Beranikah anda seperti Katsumoto? Ia lelaki yang taat, disiplin, dan pemberani. Ia mengabdikan dirinya, sepenuhnya kepada kaumnya. Luar biasa!!
Saya terkesan dengan penuturan P.M Inggris, Winston Chouchil, orang yang berpengaruh pada Perang Dunia II. Ia mengungkapkan dengan lantang. ”Saya tak memiliki persembahan apapun selain darah, kerja keras, air mata, dan keringat.” Begitulah mereka. Bagaimana dengan kita? Kita tentunya tidak ingin tidak berpartisipasi buat negeri ini. Marilah sejenak berfikir, apa yang akan kita berikan buat negeri ini.
Saudara, kita adalah Muslim Negarawan. Tahukah kamu maksud saya? Mengutip hasil pemikiran Pahlawan Proklamator dan Bapak Bangsa almarhum Mohammad Hatta, dalam kehidupan negara ada tiga kelompok yang berperan. Pertama, kelompok ahli, teknorat, dan birokrat. Kedua, kalangan politisi. Ketiga, negarawan.
Bapak Hatta memperjelas,”Loyalty to my party ends when loyalty to my country.” Kesetiaan seseorang kepada partainya harus berakhir kalau ia kemudian menjadi negarawan. Penjelasan diatas masih membingungkan. Siapakah negarawan itu sebenarnya? Politisikah? Orang bijak mengatakan, antara politisi dan negarawan terdapat perbedaan yang jelas. Politisi berbicara tentang kemenangan yang akan datang. Sedang negarawan berbicara tentang generasi yang akan datang.
Dengan demikian, Muslim Negarawan adalah sekelompok muslim yang setia terhadap negaranya. Mereka tidak dibatasi oleh kelas sosial, umur, dan penghargaan.
Saudara, siapakah lagi yang akan membicarakan, memikirkan generasi yang akan datang, kalau bukan kita? Kitalah orangnya, jangan tunggu lagi yang lain. Saudara akan bosan. Katakanlah, kitalah Muslim Negarawan itu.
Sebagai Muslim Negarawan, kita berazzam untuk mempersembahkan yang terbaik buat negeri ini. Ada beberapa point yang bisa kita berikan buat negeri ini:
Pertama, Moralitas yang tinggi. Pemuda harus tahu mana yang hak dan mana pula yang bathil. Pemuda harus memiliki jiwa moralitas tinggi sebagai anak bangsa. Harapannya, agar tidak ada KKN(Korupsi, Kolusi dan Nepotisme) bila telah membaur dengan generasi tua; yang sebagian selalu setia dengan gelar tambahannya, yaitu koruptor. Tunjukkanlah kesetiaanmu terhadap negara dengan moralitas yang tinggi.
Sobat muda!!
Berbicara tentang moralitas pada dasarnya adalah membicarakan akhlak. Akhlak adalah parameter harga diri seseorang dalam hidupnya. Akhlak yang baik adalah kepribadian yang baik. Kepribadian yang baik adalah kemuliaan hidup yang sejati. Kepribadianlah yang paling berharga pada diri seseorang. Harta yang banyak bukanlah jaminan kemuliaan hidup seseorang, karena harta adalah fitnah, maka harus berhati-hati. Lihat saja Qarun, betapa banyak hartanya, namum Allah mencapnya dalam Alqur’an sebagai hamba yang hina dina. Jabatan bukanlah jaminan kemuliaan hidup seseorang, karena jabatan adalah juga fitnah. Betapa banyak orang cerdas, yang akhirnya diseret ke dalam tahanan.
Berbeda dengan akhlak yang baik. Ia adalah fitrah Tuhan kepada hambaNya. Setiap hamba dibekali untuk menjadi terhormat karena akhlaknya. Sobat!Marilah kita serukan ke umat ini bahwa kemulian itu, bukan karena harta, bukan karena jabatan, bukan karena tampang. Tapi kemulian itu adalah karena akhlak yang baik. Siapapun mereka dan darimana pun, yang paling mulia adalah yang paling baik akhlaknya. Akhlak yang baik adalah parameter kesempurnaan iman seseorang. Rasulullah saw bersabda:
”Orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya.”(HR Tirdmizi)
Al Ustazd Rahmat Abdullah berpesan kepada segenap pemuda di seantero negeri ini. Pesan beliau tertuang dalam bentuk syair berikut:
”Merendahlah,
Engkau kan seperti bintang-gemintang
Berkilau dipandang orang
Di atas riak air dan sang bintang nun jauh tinggi
Janganlah seperti asap
Yang mengangkat diri tinggi di langit
Padahal dirinya rendah hina.”
Sobat muda!
Kedua, Berjiwa nasionalisme dan patriotisme. Pemuda harus bangga dengan bangsanya sendiri. Rasa memiliki, senasib, dan sepenanggungan adalah jiwa mereka. Keanekaragaman yang ada, diantaranya suku, agama, ras, budaya, serta pulau yang berjajaran dari sabang hingga merauke adalah mutlak menyatu kepada”Bhinneka Tunggal Ika.” Bagi Muslim Negarawan, mengorbankan harta, tenaga, pikiran, dan sekalipun nyawa adalah ibadah. Dengan demikian, pupuklah jiwa nasionalisme dan patriotisme anda.
Sobat muda!
Ketiga, Berpartisipasi dalam kontrol sosial dan stabilitas politik. Pemuda, kususnya mahasiswa berhak berpartisipasi dalam kontrol sosial dan stabilitas politik. Hak mahasiswa untuk mengusulkan ide, gagasan, dan teguran terhadap pemerintah. Mahasiswa sebagai kaum intelektual adalah kebanggaan masyarakat. Mahasiswa adalah garda terdepan kekuatan masyarakat terhadap kesewenangan pemerintah dan sistem yang busuk. Aksi demonstrasi adalah hak mereka selagi dilakukan sesuai dengan aturan yang ada.
Di negeri ini kita bisa melihat peranan mahasiswa. Realita menunjukan, mahasiswa belum berhasil totalitas dengan perannya dalam melakukan kontrol sosial dan stabilitas politik dalam negeri ini. Analoginya, mahasiswa baru mampu mengganti sopir bus. Setelah bus berjalan. Bus meninggalkan mereka. Sopirnya melambaikan tangan. Mahasiswa hanya diam terpana. Kedepannya, pemuda khususnya mahasiswa diharapkan lebih merapatkan barisan dan teratur. Dengan demikian, akan muncullah pemimpin yang menyatu dengan barisan mahasiswa; untuk sama-sama memajukan bangsa ini.
Sobat setia!
Keempat, karya anda. Sesuatu yang kita hasilkan dalam waktu tertentu, berwujud, dan bisa dirasakan langsung mamfaatnya oleh masyarakat, dan berpotensi untuk dikembangkan. Hal ini dikategorikan karya nyata. Bisa jadi anda adalah seorang penemu, atau perancang sesuatu, dan lain lain. Sebagai contoh, obat-obatan, alat/pesawat sederhana, jenis pupuk baru, makanan bergizi, software, dan lain lain. Yang jelas, persembahkanlah karya nyata anda. Nggak usah khawatir siapa anda, dan sekecil apapun yang bisa anda berikan. Berbuatlah dengan diri anda. Sebagai renungan buat kita semua, Bapak H.M. Anis Matta, LC mengatakan,”Berprestasi di tengah keterbatasan adalah kepahlawanan dalam bentuk yang lain.”
Bapak B.S Wibowo, mengungkapkan:”Jangan sampai kita meninggal tanpa menghasilkan jejak-jejak sejarah dalam hidup kita.”
Dalam hal ini, marilah kita berkomitmen:”Wahai para pejuang sekalian....berkaryalah untuk Allah, Orang Tua, Masyarakat, Agama, bangsa dan negara ini. Dan janganlah kamu mati sebelum benar-benar berkarya.”
Kelima, Keikhlasan dalam pengabdian. Setelah anda meraih profesi setinggi-tingginya, maka abdikanlah sepenuhnya untuk negeri ini. Sebagai guru, jadilah guru yang terbaik. Sebagai hakim, jadilah hakim yang terbaik. Sebagai pengusaha, jadilah pengusaha yang terbaik. Begitupula dengan yang lain. Apapun profesi yang kita miliki, maka selalulah berusaha untuk memberikan yang terbaik dengan profesi tersebut.
Sobat Muda! Jangan khawatitr, kita bisa mempersembahkan yang terbaik walau siapa pun kita, dan dari manapun kita. Yang jelas, tentu ada syaratnya agar kita tidak rugi dalam hidup ini. Inilah sobat; benar prosesnya dan ikhlas niatnya. Sebuah komitmen hebat Sang Muslim Negarawan itu menurutku adalah mempersembahkan diri dengan ikhlas di jalan Allah SWT.
Sobat muda!
Keenam, persiapkan diri menjadi pemimpin. Sobat, akankah kamu akan bertanya, bahwa menjadi pemimpin itu harus tua? Tidak. Hancurkan paradigma jahiliyah ini. Justru yang mudalah yang memimpin.
Alasannya: Pertama, yang muda yang berani. Masih ingat peristiwa Rengasdengklok. Sebuah peristiwa, pemuda menculik Ir. Soekarno dan Moh. Hatta dan diasingkan ke Rengasdengklok. Yang akhirnya, terumuskanlah Naskah Proklamasi Kemerdekaan Bangsa ini. Coba bayangkan, kalau para pemuda itu ambil diam. Mereka mengaminkan celotehan para golongan tua yang banyak takutnya. Mungkin Trauma. Besar kemungkinan Bangsa Indonesia belum merdeka sampai Jepang menjajah lagi. Bangsa ini butuh mereka-mereka yang berani memetakan bangsanya seperti apa, dan berani mewujudkannya.
Kedua, yang muda itu energik.
Ketiga, Yang muda itu jujur. Mereka belum terkontaminasi, darahnya masih merah. Tidak abu-abu, atau merah tua.
Saatnya yang muda yang memimpin bangsa ini, bukan yang tua. Yang tua banyak traumanya, karena sudah lama hidup, apalagi yang sudah berbau kain kafan. Yang tua tidak layak untuk menjadi pemimpin, apalagi diatas 55 tahun. Sesuai dengan perjalanan umur, yang tua kesehatannya berkurang, dan daya ingatpun tidak sebaik yang muda. Para Bapak-Bapak yang sudah tua layak untuk menjadi Penasehat yang muda-muda.
Sobat sekalian!
Mari kita tengok tokoh-tokoh fenomenal dunia ini. Di usia mudalah mereka mengukir persembahan terbaik dalam hidupnya.
Usamah Bin Zaid. Di usianya yang menginjak 18 tahun. Ia dinobatkan oleh kaum muslimin sebagai Panglima Perang, dalam agenda perang melawan Romawi. Ribuan tentara islam tunduk dalam perintahnya.
Muhammad Fatih Al murad. Di usia 24 tahun, ribuan kaum muslimin di bawah komandonya mampu merebut Konstantinovel.
Imam Hasan Al Banna. Di usia yang amat muda untuk sebuah pergerakan terbesar sepanjang sejarah. Organisasi yang fenomenal dan disegani dunia. Pengaruhnya hingga ke pelosok-pelosok negeri di dunia ini. Itulah organisasi yang bernama Ikhwanul Muslimin. Imam Hasan Al Banna adalah pendirinya, sekaligus memimpin organisasi itu untuk beberapa dekade. Sobat...ini hanya beberapa contoh saja.
”Setiap kita adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan ditanya tentang kepemimpinannya.”(HR. Muslim).
Sebagai pemuda sejati, kita menyadari bahwa masing-masing kita adalah pemimpin. Kita adalah pemimpin bagi diri kita sendiri, pemimpin keluarga, hingga pemimpin bangsa. Jadikanlah diri anda pemimpin yang baik, teladanilah Rasulullah Saw dalam memimpin dunia.
Mempersiapkan diri menjadi pemimpin bukan berarti meminta kekuasaan. Namun, adalah kewajiban setiap muslim. Sedangkan meminta kekuasaan adalah hal yang dilarang. Rasulullah Saw berpesan kepada Abdurrahman bin Samurah,
”Wahai Abdurrahman, janganlah engkau menuntut suatu jabatan. Sesungguhnya jika diberi karena ambisimu, maka kamu akan menanggung seluruh bebannya. Tetapi, jika ditugaskan tanpa ambisimu, maka kamu akan ditolong mengatasinya.” (HR.Bukhari-Muslim)
Dibalik semua itu ada satu hal yang tidak boleh kita lupakan. ”Allah tidak membebani seseorang, melainkan sesuai dengan kesanggupannya...”(QS.Al baqarah 286). Ketika kita sudah mempersiapkan diri. Dalam hal inilah Sunnatullah berlaku. Mereka yang berkompeten akan dicari oleh kekuasaan itu sendiri sesuai dengan prosedurnya.
Sobat muda!Masihkah ingat ketika malaikat berani mempertanyakan kepada Allah tentang penunjukan manusia sebagai Khalifatul Ardhi.
”Ingatlah ketika Tuhan-mu berfirman kepada para malailat, ”Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.” Mereka bertanya,”Mengapa Engkau hendak Menjadikan(Khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan menyucikan Engkau?”Tuhan berfirman,”Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.” (QS Al baqarah 30)
Malaikat amat khawatir, kalau Bumi ini dipimpin oleh manusia. Mungkin, karena sifat manusia yang angkuh, sombong, tamak, dan tidak pandai bersyukur kepadaNya. Dengan demikian, wahai sobat sekalian, janganlah kita biarkan kekhawatiran para malaikat Allah tersebut menjadi kenyataan. Kita sanggup untuk itu. Karena kita dikaruniai potensi oleh Allah SWT. Ingatlah Firman Allah Yang Maha Indah.
”Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu jalan kepasikan dan ketakwaannnya,”(QS.Asy Syams 8)
Yang manakah yang akan kita gunakan? Tentunya jalan ketakwaan. Prinsip utama yang harus kita miliki dalam setiap beraktifitas adalah memimpin itu adalah ibadah, dan menjadi pemimpin adalah jalan untuk beribadah. Nah, untuk menjaga prinsip ini harus dengan hati yang senantiasa mengharap keridhaanNya, menilai kekuraangan diri secara objektif, dan selalu memperbaiki diri.
Dengan demikian, Muslim Negarawan bila diamanahi untuk memimpin sesuatu dalam level apapun, maka ia amat menjaga keteguhan prinsip hidupnya. Segala kemampuan yang ada dikerahkannya. Ia teringat seperti apa Khalifah Umar dalam masa kepemimpinannya, Khalifah Umar Bin Abdul Aziz dari Bani Umayyah, dan lain-lain.
Ketuju, taat dan sadar hukum. Hukum untuk mengatur kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Tujuannya untuk mencapai masyarakat yang berkeadilan, dan sejahtera. Hukum ada untuk dipatuhi. Begitulah secara teroritis. Bahayanya, banyak yang menyatakan, hukum dibuat untuk dilanggar. Wajarlah sekiranya, banyak para pembuat hukum dijerat oleh hukum yang dibuatnya sendiri. Lebih bahaya lagi, ada yang ketagihan melanggar hukum.
Kita...Muslim Negarawan itu berkewajiban untuk mendobrak tradisi jahiliyah ini. Kita berhak mengatakan bahwa hukum ditegakkan untuk keadilan. Bukan keadilan untuk hukum. Dan, kita berhak untuk keadilan itu.
Hukum ditegakkan bukan karena benci atau sayang. Tapi hukum ditegakkan untuk membenci ketidakadilan, dan menyayangi yang berkeadilan. Adil tidak identik dengan harus sama. Adil tidak pula identik dengan mahal. Tapi, adil itu menempatkan sesuatu pada tempatnya, proporsional.
Wahai...Muslim Negarawan, Allah Yang Maha Agung berpesan kepada Qta :
”Boleh jadi kamu membenci sesuatu padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi pula kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu. Allah mengetahui sedang kamu tidak mengetahui.”( QS.Al baqorah : 216)
”Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang-orang yang benar –benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah...”(QS. Annisa 135)
Sobat Muda! Kita adalah para pengganti mereka-mereka yang sudah tua renta .namum, ketagihan berkuasa dengan kerakusan. Cukup, untuk sekali ini saja hukum dipermainkan seperti bola. Kalaulah teriakan kita tidak begitu berarti bagi mereka, karena kita adalah wong cilik. Janganlah khawatir. Yang terpenting adalah persiapkan diri kalian untuk merubah kondisi ini menjadi lebih baik. Kalian harus berjanji bahwa hukum ditegakkan untuk keadilan, karena keadilan itu lebih dekat kepada takwa. Hukum dibuat harus menjadikan masyarakat semakin dekat dengan Allah SWT, dan menyulitkan orang untuk menjauh dari Allah.
Kedelapan, membangun semangat juang dan semangat persaudaraan.
Rasulullah Saw telah mencontohkan, ketika terjadinya perang Azam. Disaat itu kaum muslimin sedang diuji dengan kekurangan makanan, jumlah personil yang amat sedikit dibandingkan dengan jumlah kafir Quraisy. Dengan izinNya, salah seorang dari sahabat mengusulkan untuk dibuat parit-parit. Rasulullah menyetujuinya. Pembuatan parit pun dilakukan. Tiba-tiba seorang sahabat mengadu ke Rasul, bahwa mereka tidak sanggup memecahkan sebuah batu besar yang menghalangi pembuatan parit tersebut. Maka, dengan segera Rasulullah mengambil palu dan melakukan sendiri hingga batu itu pecah berkeping-keping. Beliau bersabda : ”Suatu hari nanti Persia sudah di tangan kita.”( Al hadist)
Sang Prima Idola, Nabiyullah Muhammad Saw, mengajarkan kepada para sahabat dan kepada kita bahwa hidup ini harus dengan semangat juang, memilki jiwa Visioner.
Kisah kedua, seorang gadis bernama Wilmarudo, berkebangsaan Jepang. Sejak lahir ia telah lumpuh. Pada umur 9 tahun, ia belum bisa berdiri, apalagi berjalan. Tapi, si Wilmarudo ini ngotot ke mamanya. Ia selalu minta untuk diperiksa perkembangan fisiknya. Dan, ia katakan bahwa ia harus bisa berjalan dengan normal. Orang tuanya mengikuti kemauan anaknya itu. Dan, para dokter selalu mengatakan bahwa Wilmarudo tidak akan bisa berjalan seumur hidupnya.
Kesedihan meliputi hati gadis kecil itu. Namum, ia tetap berpengharaapan besar. Wajahnya menunjukkan hal demikian. Suatu hari mamanya mengatakan,”Wilmarudo, kalau anda yakin bahwa anda pasti bisa berjalan, maka Tuhan tidak akan pernah menyia-nyiakan hambaNya.” Wilmarudo mengatakan dengan optimis,”Kalau begitu, suatu saat aku akan menjadi pelari wanita tercepat di dunia...”
Semenjak itu, ia selalu berjalan dengan duduk. Ia lakukan dengan penuh kegigihan. Kemudian belajar berdiri. Dengan memakai alat bantu ia belajar berjalan dengan tertatih-tatih. Ia melakukan hal itu sepanjang waktu.
Beberapa tahun kemudian, ia belajar berlari. Setiap kali jatuh, ia pasti bangun. Semua ini memang tidak gampang, butuh waktu yang lama. Namum, semangat mengalahkan rasa capek, bosan, dan lamanya berproses.
Suatu ketika ada lomba lari wanita di Jepang. Gadis itu pun ikut. Ia berada pada urutan terakhir. Dalam event yang sama, ia gagal terus. Banyak orang mengatakan,”Dasar tidak tahu diri, sudah gagal terus, ikut juga.”
Wilmarudo tidak berhenti. Ia terus berjuang. Pada suatu saat, Tuhan mengabulkan doanya. Pada event yang sama, ia menjadi pelari tercepat di negaranya. Selanjutnuya, ia mampu mengumpulkan tiga medali Pelari Wanita Tercepat di dunia. Subhanallah....!
Al kisah ketiga, dikutip dari cerita masyarakat Minang. Cerita ini dari mulut ke mulut. Tidak dibukukan. Namum, amat populer. Dulu, di negeri Minang seorang anak lelaki bernama Bujang. Bujang di pondokkan Orang tuanya di salah satu rumah Syekh. Bertahun sudah ia mengaji. Namum, juz ’amma pun juga belum khatam. Syekh pun kewalahan dengannya. Sudah nggak pintar, juga amat nakal.
Bujang amat kagum dengan teman-temannya yang fasih bacaan Alqur’annya. Tiap harinya, Si Bujang masih saja mengulangi Juz ’amma. Syekh pun kerap kali memintanya untuk mengulang kembali ke ”Alif Ba Ta...” Akhirnya, teman-teman seangkatannya memanggilnya dengan sapaan Ali Ba. Bujang merasa terpojokkan dengan sendirinya.
Suatu pagi Syekh memerintahkan para santri untuk kerja bakti. Bujang tidak ikut. Ia berdiam diri dalam kamar. Ia mengemas semua barang-barangnya. Kemudian, ia melarikan diri lewat pintu belakang. Perjalanan yang akan ia tempuh, amat jauh. Dengan berjalan kaki, akan menghabiskan waktu 10 jam. Jalan yang ditempuh berkerikil besar. Dan di pinggir-pinggir jalan tersebut adalah hutan lebat. Cukup berbahaya. Ketika itu masih banyak ditemukan beruang.
6 jam, ia telah berjalan. Badan terasa capek, dan terik matahari yang melemaskan. Ia mampir di pinggir jalan. Ia mencari tempat duduk yang aman. Terlihatlah olehnya ada terowongan, menyerupai gua kecil. Ia tertidur. Datanglah Syekh Burhanudin. Syekh itu berkata,”Bujang, lihatlah air yang menetes itu.(Syekh menunjuk ke air yang menetes, yang dibelakangi Bujang itu. Jaraknya dua meter dari Bujang). Syekh menghilang. Bujang terbangun. Tanpa banyak pikir, mimpi yang membekas di hatinya itu membuat ia penasaran. Ia amati air yang menetes tersebut. Sebuah tetesan air itu mampu melubangi batu hitam yang amat keras tersebut. Hingga pada batu itu terdapat kolam kecil, yang ada makluknya. Nasehat Syekh yang amat mendalam. Air yang begitu lembut, tetesannya kecil mampu melubangi batu hitam pekat yang amat keras ini...” inilah yang terbaca olehnya, ”Mungkin inilah yang dimaksud Syekh. Aku tidak boleh putus asa,” tambahnya lagi.
Ia merenung sambil memukulkan ranting-ranting kayu lapuk ke tanah. ”Mungkin 2 tahun sebelumnya adalah tahap persiapan bagiku untuk menjadi Qori terbaik di seantero negeri ini”. Bujang berbalik arah. Ia kembali lagi ke pondok ngajinya.
5 tahun kemudian, nagari kami kedatangan Qori Internasional sekaligus Buya yang amat halus dan bijak perkataannya. Buya muda tersebut baru pulang dari Mekah. Ia diundang raja Abdullah, dalam pesta syukuran raja. Dialah Qorinya. Buya muda itu bernama Abdullah Ali Mufidz.
Sobat muda!!
”Sesungguhnya setiap mukmin itu adalah bersaudara...”(QS.Al Mukminun 10)
Rasulullah Saw berpesan kepada kita. ”Umat islam itu bagaikan satu tubuh. Kalau salah satu bagiannya sakit, maka yang lain juga akan terasa sakit.(Al hadist)
Seperti apakah semangat persaudaraan kita? Apakah seperti para sahabat Nabi Saw? Hal ini harus kita evaluasi. Jangan biarkan semangat ini kendur di hati. Lihatlah para sahabat. Ketika Nabi Saw dan para sahabat hijrah pertama kali ke Madinah. Kaum Muhajirin(Pendatang) disambut Kaum Anshar( Tuan Rumah) dengan penuh cinta dan kasih sayang. Pernahkah terbayangkan oleh kita, ketika tuan rumah mengikhlaskan hartanya untuk tamunya. Pernahkah terbayangkan oleh kita, ketika tuan rumah menawarkan salah satu istrinya untuk dinikahi tamunya yang duda. Pernahkah terbayangkan oleh Qta, ketika tuan rumah menawarkan putri-putri kesayangannya untuk dinikahi tamunya yang belum menikah. Seberapa istimewakah tamu mereka itu. Apakah yang menjadikan kaum anshar amat mencintai kaum Muhajirin. Ternyata yang menyatukan mereka adalah semangat persaudaraan dalam islam. Walau mereka baru kali itu mengenal wajah-wajah tamunya. Luar biasa, persaudaraan itu amat indah. Sobat muda, persaudaraan hakiki itu adalah persaudaraan yang terbina karena mencintai Allah.
Sobat muda!
Sebagai seorang Muslim Negarawan, semangat juang dan semangat persaudaraan harus dimiliki. Kita di minta untuk mewujudkannya dalam kehidupan ini. Disinilah letak rahasia membangun persatuan dan kesatuan bangsa ini, sebagaimana yang tertera dalam Pancasila sila ketiga, dan UUD’45 alinea IV.
Dengan demikan, pemuda adalah pemegang kendali negeri ini kedepannya. Kesetiaannya terhadap negeri ini adalah kebahagian buat segenap komponen bangsa. Para penyair berpesan,
”Wahai pemuda. Selagi sang surya memancarkan sinarnya di ufuk timur. Singsingkan lengan bajumu. Ambil perahumu. Dayungkan ketengah-tengah lautan. Bila....Patah pendayungmu. Dayungkan tanganmu. Robek layarmu. Buka bajumu, kau ganti layar. Pecah sampanmu. Renangi lautan. Asalkan dapat yang kalian cita-citakan. Yakni, negara yanag aman dan makmur dibawah lindungan Allah.” Siapakah mereka? Merekalah pilar kebangkitan bangsa ini. Merekalah Muslim Negarawan.
Mereka berkomitmen hebat untuk mempersembahkan dirinya dengan ikhlas di jalan Allah SWT.
Kepada segenap pemuda di bumi seantero ini. ”Dari sekarang, tunjukan kiprahmu! Tunggu apalagi...”
* * *