Jumat, 10 Juli 2009

Filosofi Teratai : Belajarlah kepada Teratai



Di kolam, telaga atau danau nan damai dan rindang, teratai yang berwarna-warni senantiasa memekarkan kelopak-kelopaknya yang elok berkilau di air jernih atau keruh. Sungguh, keindahan yang ditampilkannya kepada dunia sama sekali tidak tergantung pada kolam tempat tumbuhnya. Ia mengikuti sunnatullah, hadir menyejukkan membawakan keindahan. Begitulah lambang sang guru sejati (Kihajar Dewantara) dalam puisi Sanusi Pane, Tokoh Angkatan Pujangga Baru, akarnya tumbuh di hati dunia, bersemi di kebun Indonesia, yang biarkan sedikit menjadi penjagataman, tidak dilihat tidak diminat orang yang lalu, engkaupun turut menjaga zaman.
Akhirnya, di lingkungan kumuh maiupun elit, di desa maupun perkotaan, di tengah masyarakat awam maupun gedongan, dimanapun kita berada, hendaknyalah keberadaan kita itu tetap memancarkan keelokan dan kecemerlangannya, menyuguhkan kedamaian, nuansa kesejukan pada sesama, seperti bunga teratai.
Maka jadilah kuntum-kuntum teratai di kolam kehidupan, Sayang! Jadilah elok berwarna-warni menyuntingkan keindahan, tidak peduli tumbuh mekar di air keruh atau jernih, disapanya alam semesta dengan lambaian kasih. Syahdu penuh nuansa kesejukan, kuntum-kuntum teratai di kolam kehidupan meneduhkan pandang menentramkan jiwa. Di kolam kehidupan itu, ada serojah teratai putih mengantarkan rasa damai di hati. Ada tunjung teratai biru melantunkan lagu-lagu merdu. Ada padma teratai merah membentangkan kesegaran suasana . keberadaannnya menghiasi telaga bening nan luas dengan keindahan, kedamaian,kesyahduan. Abadilah mereka menjelma ratna mutu manikam, penyejuk mata penentram jiwa di taman peradaban bagi kelastarian jiwa. (Pelajaran ke 5 dari pak guru Sukmawan ym)