Sabtu, 28 Februari 2009

Bagi semut saja, kecil tak berarti lemah!


oleh Ali Margosim Chaniago

Saudaraku, pernahkah mendengar cerita bagaimana semut mengalahkan gajah bahkan

membunuhnya hanya dalam hitungan menit? Cerita ini, cerita yang sangat menginspirasi saya

ketika di Sekolah Dasar. Saya yang sebelumnya tidak mau berbagi kue dengan teman, saking

pelitnya, akhirnya berubah total. Ceritanya begini :

Di sore hari, pada sebuah negeri tak bernama. Seekor semut duduk bersandar di atas

batu. Ia menatap ke bawah, dari kejauhan dengan ketinggian yang tak bisa ia kira seketika itu,

terlihatlah negerinya yang begitu indah. Sang semut menamakan dengan Kampung Damai

Indosemut. Si semut tersenyum lepas seraya berdoa : ”Jayalah kau kampungku, damailah kau

negeriku, sentosalah negeriku, lahirlah putra-putri bermoral sebanyak-banyaknya!..” Ia

terhentak.

Lantungan kaki yang keras, menggema, seolah-olah bumi sekitarnya bergoyang. Si

semut membalikkan badannya. Matanya terbelalak.

”Hei si kerdil malang, sedang apa kau disini?” tanya gajah dengan angkuhnya.

”Saya sedang melakukan perjalanan pulang sehabis dari barat daya.”

”Apa urusan kau?” tanya gajah lagi dengan angkuh tak berkurang.

”Mencari tahu sumber makanan yang melimpah.”

”Apakah kau hanya sendiri?”

”Ya untuk arah sini memang saya sendiri. Dan, para jenderal yang lain ada yang ke

timur, utara, selatan, tenggara dan barat laut.

”Wow..., hehehe.” Dengan nada sinis, si gajah melanjutkan pembicaraannya. ”Untuk

apa kau bersusah payah untuk negeri yang hanya seluas onggokan tahi saya itu ? Apakah kau

tidak ada pekerjaan sama sekali?” Ejek sang gajah.

”Tak peduli seluas dan sehebat apapun orang lain. Negeri kami adalah harga diri kami,

harga diri saya.’

”Ha..ha...ha. Seberapa berhargakah negerimu itu?” tanya gajah yang tak berkurang

angkuhnya itu.

”NYAWA KAMI.”

”Wow.... Tahukah kamu bahwa saya sangat benci dengan semut??”

”Tidak. Yang kami tahu kau selalu membunuh ratusan anak-anak kami di jalan-jalan, di

rumah-rumah mereka, di tempat permainan mereka hampir tiap harinya dengan kaki lebarmu

itu di berbagai negeri kami. Selama ini kami bersabar, karena kami menyadari bahwa kami

sangat kecil.”

”Lalu, apa yang kau banggakan?” tanya gajah kian brutal.

”Jumlah kami yang banyak. Tiap harinya, lahir jutaan putra-putri kami jutaan ekor.

Dan, kami kompak.” jawab semut terlihat senang.

”Hah, besok pagi akan kau amati bahwa seluruh negerimu akan lenyap!”

”Boleh, asalkan kau langkahi dulu mayatku!!!” teriaknya keras.

Gajah mengangkat kakinya hendak menginjak si semut jenderal itu. Tiba-tiba,

”Membunuhmu tak berarti apa-apa.”

”Dasar pengecut. Kau hanya tumpukan daging yang pengecut.” teriak semut

mengamati gajah yang meninggalkannya dengan cekikikan. ”Saksikanlah besok pagi, hei

makhluk tak beruntung.”

”Langkahi dulu mayatku.... langkahi dulu mayatku.... langkahi dulu mayatku.... langkahi

dulu mayatku...., langkahi dulu mayatku.”

Besok paginya...

Jutaan tentara semut telah ambil posisi. Ada yang bersiap di pintu gerbang negerinya,

bersembunyi dibalik daun berketinggian satu meter, satu setengah meter yang menargetkan

telinga lebar si raksasa, ribuan diatas menara yang siap syahid dengan melompat dengan

target hidung dan mata si raksasa, dan ratusan ranjau berupa parit berlubang.

Kabar terakhir : Gajah terkapar tak berdaya di Kampung Damai Indosemut, hingga

menghembuskan nafasnya yang terakhir. Dari telinganya yang lebar itu keluar ratusan semut.

Dari hidungnya semut keluar seraya meneriakkan takbir kemenangan.

”Hidup Jenderal!” teriak rakyatnya.

”Damailah negeriku, sentosalah rakyatku!!!” doa sang jenderal. Wallahualam

bisshowab!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terimakasih atas kunjungan anda. semoga bermamfaat buat kebaikan anda. Tinggalkanlah sesuatu (komentar) yang membuat anda selalu kami kenang. salam dahsyat. penulis. ALI MARGOSIM CHANIAGO