Sabtu, 28 Februari 2009

Nasionalisme di kampus kampus

oleh Ali Margosim Chaniago

“Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai para pahlawannya.”
(Pepatah nasonal)

Indonesia adalah bangsa besar yang tidak hanya terdiri dari pulau-pulau, penduduk pun tak kalah besar. Disamping itu, juga didukung oleh budaya, suku, agama yang beraneka ragam. Ini menjadi bukti besarnya bangsa ini. Disamping besar, Indonesia juga kaya raya. Dunia menyebutnya dengan Negeri Zamrud Khatulistiwa. Berbagai barang tambang dan kekayaan lainnya dari dulu telah menjanjikan bangsa kita, Indonesia, untuk menjadi negeri yang makmur, aman dan sentosa. Kemakmuran bangsa ini berabad-abad sebelumnya telah dibuktikan oleh para raja-raja besar dahulu kalanya. Baik kerajaan Sriwijaya, Kerajaan Majapahit, dan kerajaan-kerajaan kecil lainnya yang tersebar diseluruh kepulauan nusantara.
Katakanlah, kerajaan Sriwijaya. Kegemilangan, prestasi kerajaan ini mengantarkan nusantara sempat menguasai Asia Tenggara dan sekitarnya. Rakyat pribumi makmur, hingga rakyat daerah yang diintegrasikan pun ikut termakmurkan.
Kerajaan demi kerajaan berkuasa silih berganti. Kemakmuran rakyat tetap terjaga hingga datanglah para penjajah, bangsa tak berkeprimanusiaan dari barat sana. Salah satunya Belanda dengan VOC-nya. Mereka menjarah kekayaan Indonesia 3,5 abad lamanya, dan ditambah pula oleh Jepang 3,5 tahun lamanya. Dan, sekarang bagaimana? Katanya, sekarang kita sudah merdeka. Apakah benar kita sudah merdeka? Oke, jawablah dengan hati nurani dengan melihat paada realita yang ada.
Kembali kita ke persoalan utaama yaitu nasionalisme. Dari awal saya sudah membangun sebuah prolog untuk anda, dan sekarang saya lanjutkan.
Setelah berabad-abad dijarah oleh bangsa kolonial, kita masih bisa menikmati sisa-sisanya yang notabene masih menjanjikan kita untuk meraih impian hidup makmur, damai dan sejahtera. Impian ini sebenarnya adalah impian mereka-mereka yang mengorbankan darah, jiwa, raga, harta dan nyawa mereka untuk kita. Darah mereka mengalir deras dimana-mana, pekikan maut dan tangis mereka pecah dimana-mana,dan bangkai mereka rapuh tak tahu dimana. Merekalah yanag meninggalkan impian untuk kita. Mereka adalah para pahlawan bangsa ini.
Impian merekalah, para pahlawan kita, membuat cita-cita kita masih ada. Harapan itu masih ada. Maka sudah selayaknya kita katakan, pahami dan wujudkan, pepatah berikut
“Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai para pahlawannya.”
Adalah tugas kita semua sebagai pewaris negeri ini untuk menyambung amanat dan cita-cita para leluhur kita. Namum ada hal penting yang tidak selayaknya kita lupakan yaitu menghargai jasa para pahlawan kita.
Dewaasa ini, bila kita cermati di sekolah-sekolah, kampus-kampus, lembaga pemerintahan ataupun instansi lainnya, penghayatan dan penghormatan kepada para pahlawan bangsa semakin memudar. Fakta sederhana yaitu dikala pengibaran sang saka merah putih. Kita tahu, moment pengibaran bendera merah putih hanya beberapa kali saja dilaksanakan pada tataran kampus, lembaga pemerintahan atau instansi lainnya di negeri ini. Pada sekolah dasar dan sekolah menengah masih dilaksanakan pada setiap hari senin. Yang menjadi pokok permasalahannya adalah pengibaran sang saka merah putih hanya sebatas ceremonial. Seolah-olah tidak ada penghayatan. Tidak ada ruh, semangat yang mengaliri para generasi bangsa ini untuk melanjutkan cita-cita para pahlawan bangsa ini.
Bila kita ingin iseng-iseng survei. Akan terbukti dengan sendiri, sangat besar prosentase para siswa bahkan mahasiswa tidak mengenal dasar negaranya sendiri, tidak tahu butir-butir pancasila, apalagi hafal UUD’45. Tanyakan juga tentang para pahlawan bangsa ini dan daerah asalnya. Pasti susah. Bedebah!!
Hal-hal diatas, saya rasa bukanlah masalah sepele. Tapi, butuh penggemblengan dari berbagai unsur terkait baik sistem pendidikan, para dosen, para guru, para pejabat, dan masyarakat bangsa ini.
Satu efek saja bisa kita cermati langsung. Lihat, betapa tidak sedikitnya mahasiswa yang memilih jurusan tertentu tanpa di dasari alasan nasionalisme. Maaf, hanya mengikuti trend, dan pasar!
”Mengapa anda memilih jurusan A?”
Mereka menjawab,”Karena banyak dibutuhkan oleh perusahaan asing.”
Mereka menjawab,”Karena gajinya besar.”
Mereka menjawab,”Karena lagi trend-nya, dan teman-teman gue pada mengincar jurusan itu..”
Tapi, amat jarang sekali kita dengar,”Saya pilih jurusan ini karena saya ingin membangun negeri saya. Di negeri saya banyak emas, yang suatu saat saya adalah Presiden Direktur perusahaan emas itu. Di negeri saya banyak Minyak, Batu bara, Gas, Bauksit, mangan, dan lain-lain. Di negeri saya tanahnya subur, maka harus diberdayakan. Agar suatu saat nanti masyarakat Indonesia tidak akan pernah lagi membeli beras ke negara lain. Di negeri saya, lautnya luas dan kaya raya, maka harus diberdayakan untuk kepentingan bangsa ini. Masyarakat indonesia harus makmur pada tahun-tahun yang akan datang. Dan lain-lain!”
Pernahkah kita mendengar para mahasiswa menerangkan alasannnya seperti diatas, ketika ditanya mengapa ia memilih jurusan A atau B? Ini secuil bukti, sekaratnya nasionalisme di kampus-kampus. Sahabat, silahkan kalian temukan bukti-bukti lainnya.
Bagaimana dengan sahabat, sahabat bisa riset lapangan sendiri!!!
Tulislah....
......................................................................
......................................................................
......................................................................
......................................................................
Al hamdulillah!

Mulai saat ini, narsis itu penting!

Sudahkah kita membaca koran hari ini? Terserah koran apa. Atau membaca majalah? Atau kalau sahabat tidak begitu hobi membaca. Menonton tentu suka kan? Yup, 99,999 % diantara kita adalah suka menonton. Ya...setidaknya menonton berita.
Begitupula dengan saya. Saya suka membaca dan juga suka menonton. Sahabat, ada banyak hal yang membuat saya salut pada media diatas. Salut yang membuat saya risih, khawatir, dan secara tidak langsung ditantang. Mengapa demikian? Karena begitu menjamurnya kemaksiatan. Banyak orang yang begitu percaya diri dengan pemikirannya yang liberal, kapitalis, dan sekuler. Jelas-jelas bertentangan dengan falsafah negara kita, Pancasila.
Kita melihat, begitu percaya dirinya seorang artis berpakaian mini sembari cekikikan di televisi. Tidak hanya itu, mereka dengan gamblangnya berangkulan dan maksiat lainnya padahal mereka jelas-jelas tidak semuhrim. Mereka (Para selebritis, pen) begitu antusias dan percaya diri memerankan adegan-adegan seperti itu, tanpa ada rasa malu. Tanpa merasa punya tanggung jawab moral sedikitpun. Seolah-olah mereka tidak tahu, tidak memikirkan efek buruknya bagi masyarakat Indonesia. Masyarakat yang bernotabene sopan dan ramah tamah. Bukankah Indonesia dulunya dikenal dengan keramah tamahannya?
Ya. Indonesia adalah negara yang ramah tamah. Hal ini harus kita pertahankan. Oke, kita kembali lagi ke perbincangan kita. Sahabat! Kalian sudah paham kan, apa yang saya maksud. Nah sekarang, hal utama yang menjadi wacana di benak kita adalah mereka begitu bersemangat dan percaya diri dalam maksiat. Kita sepakat bahwa semua itu adalah konspirasi yang terorganisir. Tetapi sekarang mari sejenak kita pilih-pilih secara parsial saja. Karena bahasan ini sangat luas.
Sahabat, jikalau dalam kemaksiatan saja orang begitu narsis. Bagaimana dengan kita yang sudah selayaknya membentengi dari dari tipu daya mereka. Kita yang mengazamkan diri dalam memperjuangkan kebajikan, membela agama Allah dan melindungi generasi bangsa dari kebiadaban ini. Apakah kita diam-diam saja cukup dengan menonton sembari berpangku tangan.
Sahabat, konspirasi mereka begitu terorganisir. Mereka akan dipastikan menang dalam pertarungan ini, jikalau kita tidak ambil tindakan. Kita harus menyadari kebenaran yang dianugerahkan oleh Khalifah Ali Ibnu Thalib:
”Kebenaran yang tidak terorganisir, akan mampu dikalahkan oleh kebathilan yang terorganisir.”
Mereka begitu narsis, alias tampil percaya diri diberbagai media. Mereka akan cepat menjadi publik figur, yang akan dicontoh banyak generasi bangsa ini. Hal ini jelas-jelas racun peradaban ini. Kita tidak menginginkan hal ini, kita harus menyatukan tekad guna membentengi bangsa ini dari konspirasi ini. Salah satu Langkah solutif permasalahan ini adalah semua kita harus mengazamkan diri untuk menjadi publick figur kebajikan. Mulai detik ini juga, kita harus narsis. Tampil narsis dalam kebajikan, maksud saya. Para ikhwah harus memasyarakat. Figurnya dikenal publik, dan menjadi referensi utama dalam keteladanan. Pada iklan dan poster acara, tamapilkan sosok-sosok ikhwaha kiata. Berbagai acara, ikhwah harus menjadi tonggak utama terlaksananya acara itu. Ikhwah harus narsis dengan akhlaknya yang memukau, comunication skillnya, sisi akademisnya, dan jaringannya yang luas.
Ikhwah harus membiasakan diri menulis di berbagai media. Sekalipun hanya pada bagian ‘surat pembaca’ tidak apa-apa.dan, berbagai aktivitas lainnya yang mendukung dakwah ini. Terakhir, satu kalimat untuk ikhwah sekalian,’Mulai saat ini, narsis itu penting!”
Wallahualam!

1 komentar:

Terimakasih atas kunjungan anda. semoga bermamfaat buat kebaikan anda. Tinggalkanlah sesuatu (komentar) yang membuat anda selalu kami kenang. salam dahsyat. penulis. ALI MARGOSIM CHANIAGO